Jurnalis Lhokseumawe dan Aceh Utara Demo Tolak Revisi RUU Penyiaran

Jurnalis Lhokseumawe dan Aceh Utara berunjuk rasa menolak revisi RUU Penyiaran, Jumat 31/5/2024. (foto: untuk masakini.co)

Bagikan

Jurnalis Lhokseumawe dan Aceh Utara Demo Tolak Revisi RUU Penyiaran

Jurnalis Lhokseumawe dan Aceh Utara berunjuk rasa menolak revisi RUU Penyiaran, Jumat 31/5/2024. (foto: untuk masakini.co)

MASAKINI.CO – Puluhan jurnalis Lhokseumawe dan Aceh Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, menyuarakan penolakan Revisi Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang kini tengah digodok di DPR, Jumat (31/5/2024).

Aksi itu diikuti jurnalis lintas organisasi yakni; Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Persatuan Wartawan Aceh (PWA) dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).

Usai berorasi secara bergantian di Simpang Tugu Bank Aceh, massa melakukan long march ke Gedung DPRK Lhokseumawe.

Massa kembali berorasi secara bergantian sana. Para jurnalis itu membentangkan sejumlah spanduk dan poster bertuliskan kalimat protes terhadap revisi UU Penyiaran tersebut.

Massa juga melakukan aksi teatrikal dengan mengikat diri menggunakan danger line (garis peringatan), serta menutup mulut pakai selotip sebagai simbol pembungkaman terhadap kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia yang tak lain merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.

Koordinator Aksi, Muhammad Jafar, mengatakan jurnalis Lhokseumawe dan Aceh Utara menolak tegas pasal-pasal bermasalah pada revisi Undang-Undang Penyiaran sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Dikarenakan sejumlah pasal tersebut, kata Fajar, berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.

“Revisi Undang-Undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik,” kata Jafar.

Dikatakan Jafar sejumlah pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media, yang memberitakan hal-hal dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

“Hal itu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi telah kita perjuangkan bersama. Mengingat akan terancamnya kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kriminalisasi jurnalis serta mengancam independensi media,” cetus Jafar.

Tidak hanya jurnalis, sebut Jafar, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran tersebut juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal.

“Kita mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini,” ucap Jafar.

Pihaknya juga meminta DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

“Memastikan setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers,” pungkas Jafar.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist