Geger Polio di Aceh: Imunisasi Rendah, Buang Tinja Sembarangan

Ilustrasi vaksin polio. (sumber foto: skynews)

Bagikan

Geger Polio di Aceh: Imunisasi Rendah, Buang Tinja Sembarangan

Ilustrasi vaksin polio. (sumber foto: skynews)

MASAKINI.CO – Satu kasus polio ditemukan di Pidie, Aceh. Temuan ini mengejutkan pemerintah, hingga membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan polio sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Penetapan KLB dipandang perlu karena sejak 2014 Indonesia mendapatkan sertifikat eradikasi polio (Indonesia bebas Polio) dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). WHO menganggap Indonesia berhasil mengatasi penyakit yang diakibatkan virus polio liar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010, status KLB diberikan pada kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

Dengan status KLB memungkinkan pemerintah untuk mengkoordinasikan seluruh lembaga kesehatan untuk menanggulangi wabah serta melakukan upaya-upaya luar biasa, seperti meliburkan sekolah dan menutup fasilitas umum.

“Apalagi virus (polio) tipe 2 yang dianggap sudah enggak ada lagi,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta, Sabtu (19/11/2022) lalu.

Maxi bercerita, kasus ini diketahui berdasar Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada awal November 2022. Pasien berusia 7 tahun 2 bulan itu mengalami gejala kelumpuhan pada kaki kiri.

Pada 6 Oktober, anak mulai merasa demam. Keluarga kemudian memasukkan sang anak ke RSUD Sigli pada 18 Oktober. Pada 21 sampai 22 Oktober dokter anak mencurigai si anak terkena polio.

Dokter kemudian mengambil dua spesimen dan dikirim ke provinsi. Pada 7 November hasil RT-PCR keluar. Hasilnya, sang anak terkonfirmasi terkena polio tipe 2. Anak tersebut mengalami pengecilan di bagian otot paha dan betis kiri.

“Tapi anak ini saya lihat kondisinya bisa jalan meskipun tertatih-tatih, cuman tidak ada obat nanti tinggal di fisioterapi untuk mempertahankan masa ototnya,” kata Maxi.

Pemerintah Kabupaten Pidie pun langsung menerapkan Kejadian Luar Biasa Polio tingkat Kabupaten Pidie.

Menurut Maxi, setelah ditelusuri, anak itu memang tidak memiliki riwayat imunisasi dan tidak memiliki riwayat perjalanan kontak dengan pelaku perjalanan.

Penemuan satu kasus polio ini terjadi seiring tren penurunan cakupan imunisasi di Aceh selama 10 tahun terakhir. Data Kementerian Kesehatan menyebut, sebanyak 415 kabupaten/kota di 30 provinsi di Indonesia masuk dalam kriteria risiko tinggi polio, termasuk Aceh. Pandemi selama dua tahun menyebabkan pemerintah gagal memenuhi target imunisasi dasar di luar pulau Jawa.

Saat ini Pemerintah akan terus menggencarkan upaya Imunisasi. “Kalau lihat cakupan oral polio virus OPV dan IPV memang seluruh Indonesia rendah terutama saat Pandemi COVID-19,” ujar Maxi.

Penyakit polio dapat dicegah dengan imunisasi di usia balita. Ada dua jenis vaksin polio yang termasuk dalam program imunisasi dasar.

Pertama, vaksin polio tetes atau OPV yang diberikan saat bayi berusia 1, 2, 3, dan 4 bulan. Kedua, vaksin polio suntik atau IPV yang diberikan saat bayi berusia 4 dan 9 bulan.

Bagaimana Polio Muncul?

Polio diakibatkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan permanen.

Virus polio menular terutama melalui tinja, dan berkembang di saluran pencernaan. Virus ini muncul karena kondisi lingkungan yang kurang bersih dan sehat.

Di lingkungan tempat anak di Pidie yang terkena polio itu, perilaku masyarakat di wilayah sekitar lokasi penemuan kasus, tim Kemenkes mendapati masih ada penduduk yang buang air besar ke sungai.

Ada toilet yang lubang pembuangannya langsung mengalir ke sungai. Sungai tersebut menjadi sumber aktivitas penduduk, termasuk tempat bermain anak-anak.

“Jadi perilaku buang air sembarangan itu punya potensi jadi kemungkinan penularannya. Faktor risiko yang paling kami lihat ada di sini,” kata Maxi.

Setelah ditemukan kasus polio itu, Kemenkes bersama WHO melakukan survei cepat. Hasil survei menemukan, dari 30 anak di 25 rumah tangga, baru sejumlah kecil yang sudah mendapat vaksinasi OPV dan tidak ada satu pun yang sudah mendapat IPV.

“Jadi ini kita Indonesia ini high-risk untuk terjadinya KLB polio,” pungkas Maxi.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist