20 Persen Ekspor Nilam Indonesia Kontribusi Aceh

Suasana seminar keacehan.[istimewa]

Bagikan

20 Persen Ekspor Nilam Indonesia Kontribusi Aceh

Suasana seminar keacehan.[istimewa]

MASAKINI.CO — Ketua Arsiri Research Center (ARC) Univesitas Syiah Kuala DR. Syaifullah Muhammad, ST., M. Eng menyebutkan Nilam Aceh (Pogostemon Cablin) sempat menjadi primadona diawal abad ke-19, tepatnya pada jaman Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Indonesia.

Aceh juga pernah menyumbang 70 persen ekspor nilam Indonesia. Kandungan Patchouli Alcohol (PA), pelekat aroma parfum dalam nilam Aceh membuatnya terus diminati dunia.

“Dulu, 90 persen nilam dunia diekspor dari Indonesia, 70 persenya dari Aceh,” katanya saat mengisi Seminar Nasional di Aula FKIP Unsyiah, Sabtu (15/2).

Sayangnya, kini nasib petani nilam di Aceh tak seharum ekstrak minyak nilam yang dihasilkan. Pasalnya, saat ini Aceh hanya berkontribusi terhadap 10 hingga 20 persen ekspor nilam Indonesia. Padahal nilam Aceh merupakan salah satu terbaik di dunia.

Syaifullah bertekad mengembalikan era kejayaan nilam Aceh yang dijadikan salah satu komoditas ekpor dengan melakukan berbagai inovasi terhadap minyak mentah nilam.

“Sudah saatnya sekarang minyak mentah tersebut kita olah menjadi produk misalnya menjadi parfum, aroma terapi, sabun, obat-obatan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Selama ini, ARC Unsyiah sudah memasarkan beberapa produk unggulannya. Diantaranya Parfum Neelam dengan hi-grade Patchouli, Balsem cair Aku-Care Aroma Terapi, Nano Body Scrub Milamo dengan Nilam dan ampas kopi.

Produk lainnya Hand sanitizer Cantila dengan Nilam dan serai wangi, Ramu Air Freshener Aromatherapy, Ramu Patchouli Bath Salt Aromatherapy, Ramu Original Patchouli Oil Aromatherapy dan  Naturi, Teh Herbal Daun Kelor.

Menurutnya, perlu ada sentuhan teknologi terhadap minyak nilam agar nilai yang dinasilkan lebih tinggi sehingga dapat memberi dampak pada petani dan pelaku bisnis.

“Minyak nilam yang diolah dengan tradisional itu dihargai senilai Rp600 ribu perkilo, tapi dengan sentuhan sedikit teknologi, kita tingkatkan kadar PA-nya, maka yang Rp600 itu bisa menjadi Rp6 juta,” lanjutnya.

Katanya, agar dapat dikelola dengan baik, perlu adanya kerjasama yang baik dengan stakeholder terkait seperti petani, pemerintah, perguruan tinggi, termasuk pelaku bisnis.

“Masing-masing melakukan porsinya sehingga kekayaan alam di Aceh ini bisa dikelola dengan baik,” kata Syaifullah.

Ia meminta Pemerintah Aceh untuk dapat membatu petani lokal dalam membangun infrastuktur maupun pendanaan lainnya.

“Minyak parfum kita tidak kalah, tapi kemasannya yang kalah. Membuat kemasan tentunya perlu infrastruktur dan dana,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan produk yang dibuat masyarakat berkualitas tinggi, sehingga layak bersaing di pasar internasional.

“Kita juga harus bantu masyarakat kita untuk proses marketingnya, jadi kualitas produk yang dibuat masyarakat harus diintervensi sehingga layak bersaing di tingkat internasional,” harapnya.[Ahlul Fikar]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist