MASAKINI.CO – Dua wanita berjubah hitam menyiapkan makan siang di tepi jalan. Sementara warga mulai mengepung gerobak mini miliknya.
Tangan Cut Junita dengan cekatan menyiapkan sepetak nasi di wadah plastik. Wanita 47 tahun ini dengan sigap selesaikan pekerjaan agar antrean tak panjang.
Tepat pukul 11.30 WIB, remaja hingga orang tua terus berdatang. Di tangan mereka memegang sepiring nasi menunggu untuk diletakkan lauk pauk.
Aktivitas seperti itu dilakukan Cut Junita bersama sang suami, Ilzanur setiap Senin hingga Jumat.
“Iya silahkan diambil nasinya,” seru Cut Junita kepada seorang pria yang berpenampilan juru parkir itu, Kamis (5/10/2023).
Pasangan suami dan istri itu adalah penggagas Pondok Makan Gratis di Banda Aceh. Lokasinya di pinggir Jalan Tgk Chik Ditiro, persis di pangkal Fly Over Simpang Surabaya.
Saban harinya pondok makan gratis Cut Junita mampu menyediakan hingga 200 porsi dengan modal Rp800 ribu hingga Rp1 juta.
Kerendahan Cut Junita itu berawal dari bertemu dengan seorang pengemis yang hanya meminta uang pada dirinya untuk membeli sebungkus nasi.
“Saat itu hanya punya uang Rp10 ribu, jadi saya kasih segitu,” ucapnya.
Atas kejadian yang menyentuh itu, Cut terketuk hati untuk menyediakan pondok makan sebagai bentuk sedekah pada yang membutuhkan.
Ia ingat betul tekadnya itu ia mulai sejak 10 Agustus 2023 lalu. Membuka sejak pukul 11.00 hingga 14.00 WIB.
“Terkadang 13.30 WIB sudah habis nasi,” katanya.
Cut mengaku, sebelum membuka pondok ini, mereka juga kerap menyediakan makanan gratis bagi yang berpuasa sunat Senin Kamis.
Sejak dibuka dua bulan lalu, kata Cut keberlangsungan pondok makan ini tak terlepas dari donasi masyarakat yang turut membantu.
Tak hanya respon positif, respon negatif dari orang sekitar juga kerap diterima Cut. Acap kali disangkakan sebagai bentuk kampanye jelang Pemilu 2024.
“Awal-awal dikira orang kami mau nyaleg,” ungkapnya.
Terlepas dari hal itu, ia mengatakan tak memiliki maksud lain selain bersedekah.
Cut menuturkan, pelanggan yang datang ke warungnya sangat beragam, mulai dari anak sekolah, karyawan, tukang parkir, mahasiswa, driver ojek, cleaning service, dan masyarakat sekitar.
Selain membuka pondok makan, Cut juga merupakan seorang guru ngaji. Menyandang tugas mulia itu telah ditekuni Cut sejak 2012 silam. Begitupun dengan suaminya.
“Tetapi suami kadang kegiatan di bengkel,” ucapnya.
Meski merupakan penyandang disabilitas, ia tidak berhenti bersedekah. Selain dibantu suami, Cut turut dibantu seorang sahabatnya, Nurhasanah (41), untuk mendapatkan donasi dari para donatur. Donasi yang didapatkan berupa lauk pauk dan sayur mayur.
“Menu yang disediakan juga berbeda setiap hari,” ujarnya.
Atas pondok itu, dirinya menaruh harapan agar bisa buka beberapa cabang pondok makan gratis.
Bahkan dirinya juga berkeinginan membuka sekolah gratis bagi masyarakat kurang mampu. Walaupun hanya hidup pas-pasan dan keterbatasan Cut bersama Ilzanur suaminya tetap rajin bersedekah.
“Malah ini bisa dijadikan motivasi bagi orang lain, bahwa bersedekah tak harus kaya,” tuturnya.
Setelah melalui hari-hari untuk bersedekah, ia mengaku banyak datang keajaiban bagi dirinya seperti selalu diberi kekuatan untuk mencari rezeki serta tubuh yang sehat.
“Alhamdulillah saya tak pernah merasakan sakit kecuali sakit saat melahirkan,” ungkapnya.