MASAKINI.CO – Pagi itu, sungai Batu Napal tampak sibuk. Burung-burung bernyanyi. Perahu-perahu kayu, melintas silih berganti.
Di sungai dalam Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam itu, warga mengejar waktu, menjual ikan hasil tangkapan seperti paitan, kerling serta ikan mas.
Sejumlah wartawan media nasional asal Jakarta, tak ingin melewatkan momen langka di hadapannya. Selain liputan, mereka juga asyik swafoto. Lalu, menikmati ikan bakar hingga menceburkan diri ke sungai nan bening di kawasan hutan Lauser tersebut.


“Excited, pengen langsung nyemplung ke air pas sampai di Babah Lhueng, airnya jernih banget, amazing ketika menyusuri belahan bebatuan besar dengan perahu, alunan gemercik air yang jatuh dari atas jadi tambah eksotis,” ungkap Ferdian, wartawan Media Indonesia.
Waktu tempuh ke destinasi wisata ini sekitar 30 menit perjalanan darat dari pusat Kota Subulussalam. Keindahan kawasan ini memiliki nilai jual tinggi, hingga sejumlah warga Batu Napal berinisiatif untuk mempromosikannya sejak tahun 2005.
Optimis bakal menjadi destinasi wisata yang menarik wisatawan, warga bahkan rela merogoh kocek sendiri untuk mempromosikannya.

“Kami promosikan dengan buat spanduk itu pakai duit pribadi kami,” kata Sahdan warga setempat.
Tahun itu juga, terjalin kerja sama dengan Pemkab Singkil (saat itu belum pemekaran). Sejumlah fasilitas pendukung dibangun seperti tempat ibadah, bersantai dan kamar mandi. Setidaknya seribuan wisatawan berdatangan bila akhir pekan.
“Kalau dulu, perharinya seribu lebih orang datang kemari kalau di akhir pekan dan hari besar,” kata Penasehat Kelompok Swadya Masyarakat (KSM) Batu Napal, Fansuri.

Dua tahun berlalu, cerita indah destinasi Babah Lhueng memudar menyusul hadirnya perusahaan penggiling batu di sungai Batu Napal.
“Kendala utama dulunya itulah, waktu masuk penggilingan batu, baru antara yang punya lahan dengan kami tidak sesuai lagi,” sebut Sahdan.
Akses jalan menuju lokasi wisata juga tak terawat. Lalu lalang truk-truk pengangkut batu dan sawit membuat jalan rusak.
“Sudah mau dibantu oleh Pemda, baik jalan maupun tempat wisata tapi tidak dikasih sama pemilik lahan. Mau diaspal tidak boleh,” lanjutnya.

Kini, semak belukar tumbuh di sekitar area destinasi wisata. Warung mulai ambruk dimakan rayap. KSM Batu Napal, resah dan bertekad mengembalikan kejayaan wisata alam indah.
Sahdan berharap pemerintah bersedia membantu mereka, menyelesaikan sengketa lahan dan diberikan hak kelola destinasi wisata. [Ahlul Fikar]
Discussion about this post