MASAKINI.CO – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Illiza Sa’aduddin Djamal menyayangkan Program Organisasi Penggerak (POP) menyulut kontraversi.
Hal itu merupakan dampak kurangnya transparansi Kemendikbud dalam menseleksi organisasi penggerak yang akan berkontribusi pada POP.
“Anggarannya masih dibahas di DPR. Kurangnya transparansi Kemendikbud menyebabkan kekecewaan Muhammadiyan dan NU,” kata Illiza, Kamis (23/7).
Ia menilai kedua organisasi Islam itu mempunyai sejarah panjang pada kontribusi pendidikan di Indonesia.
Seharusnya Kemendikbud tidak hanya menggandeng Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi penggerak. Namun melibatkan keduanya dalam membangun konsep POP, karena mempunyai pengalaman dalam dunia pendidikan.
“Terbukti mempunyai lembaga pendidikan dari tingkat pra sekolah hingga perguruan tunggi serta menjangkau semua kalangan masyarakat, bahkan jauh sebelum Indonesia ini merdeka,” jelas Illiza.
Ia menjelaskan POP merupakan program yang belum mempunyai payung hukum yang jelas. Komisi X DPR RI belum selesai melakukan pembahasan terkait peta jalan pendidikan.
“Sehingga ketika peta jalan masih dalam tahap pembahasan, maka apapun program yang dijadikan sebagai pengejawantahan dari visi merdeka belajar yang realisasinya program menggunakan anggran negara harus melalui pembahsan di komisi X,” sebut Illiza.
Saat ini pembahsan tentang anggaran POP yang direncanakan sebesar Rp595 miliar pertahun di komisi X masih berupa pagu indikatif.
Menurut Illiza belum ada kesepakatan terkait hal tersebut, karena masih menunggu pembahasan di Badan Anggaran DPR RI dan belum disetujui.
“POP nantinya diharapkan menjadi bagian dari visi merdeka belajar yang fokusnya untuk mencapai hasil belajar siswa dengan tujuan meningkatnya numerasi, literasi dan karakter siswa. Diharapkan POP dapat membantu sekolah penggerak,” jelasnya.[]