Kapolri Baru harus Tuntaskan Kasus Kekerasan Pers dan Hormati Kebebasan Berekspresi

Marak kriminalisasi terhadap jurnalis, AJI Banda Aceh bersama sejumlah organisasi pers, mahasiswa dan LSM gelar demo desak reformasi kepolisian di Simpang Lima Banda Aceh, Senin (30/9). [eko]

Bagikan

Kapolri Baru harus Tuntaskan Kasus Kekerasan Pers dan Hormati Kebebasan Berekspresi

Marak kriminalisasi terhadap jurnalis, AJI Banda Aceh bersama sejumlah organisasi pers, mahasiswa dan LSM gelar demo desak reformasi kepolisian di Simpang Lima Banda Aceh, Senin (30/9). [eko]

MASAKINI.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengungkapkan bahwa ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Kepala Polri yang baru terutama soal penjaminan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Kapolri harus mampu mendorong reformasi di tubuh kepolisian, menuntaskan kasus kekerasan pers dan menghentikan tradisi pembungkaman kebebasan berekspresi oleh aparat.

“LBH Pers menilai kinerja Polri di bawah komando Idham Azis sejak menjabat menunjukkan arah kemunduran demokrasi. Deretan panjang pelanggaran hak asasi manusia pada 2020, menjadikannya sebagai tahun terburuk kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sepanjang era reformasi. Hal ini tampak dari berulangnya pola-pola pembungkaman ekspresi yang menggunakan pasal-pasal karet, praktik penghalang-halangan Jurnalis yang sedang menjalankan kerja-kerja pers, serta langgengnya praktik impunitas terhadap berbagai kasus kekerasan dan serangan kepada masyarakat sipil dalam menyampaikan pendapat,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin dalam keterangannya diperoleh masakini.co di Jakarta, Jumat (22/1).

Ade menyampaikan sepanjang dua tahun terakhir LBH Pers berhasil mencatat sejumlah kasus, pada 2019 terdapat 79 kasus dan 2020 terdapat 117 kasus kekerasan terhadap jurnalisme yang 76 di antaranya dilakukan oknum aparat kepolisian. Institusi kepolisian pada tahun-tahun terakhir menunjukkan pola-pola pendekatan represi terhadap kebebasan berekspresi maupun kebebasan pers.

“Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap jurnalis yang sampai pada tahap persidangan menunjukkan aparat kepolisian mengabaikan keberadaan UU 40 tahun 1999 tentang Pers. Di lain sisi justru banyak kasus-kasus kekerasan serta pembungkaman ekspresi secara fisik, verbal maupun siber kepada jurnalis dan masyarakat sipil hingga kini yang tidak diketahui kejelasan mengenai pengusutannya,” ungkapnya.

Selain itu, kata Ade, LBH Pers juga mengkritik keras kepada institusi Polri yang menerbitkan surat telegram terkait patroli siber pada tahun 2020. Patroli siber tersebut tidak hanya berpotensi melanggar hak-hak masyarakat untuk berekspresi, namun juga dikhawatitkan dapat menggerus hak publik atas keterbukaan informasi publik.

Selain itu, LBH Pers memandang penerbitan telegram terkait patroli siber juga dikhawatirkan dapat menciderai profesionalitas institusi Kepolisian itu sendiri.

Ilustrasi: Kampanye anti kekerasan terhadap jurnalis. [Net]

“Polri sebagai aparat penegak hukum harus memiliki perspektif hak asasi manusia yang jelas, agar kedepannya tidak ada lagi berbagai kasus-kasus kekerasan kepada Jurnalis dan masyarakat sipil yang melibatkan oknum Polisi. Selain itu besar harapan kepala seluruh jajaran Polri untuk dapat memahami dengan jernih semangat dari kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sebagai tonggak penting demokrasi di sebuah negara,” harapnya.

Dia menmabahkan, berdasarkan kondisi itu LBH Pers menyampaikan sebulan poin
desakan kepada pemerintah, terutama Presiden. Pertama, presiden untuk memilih calon Kapolri yang berperspektif hak asasi manusia dan mampu mendorong reformasi di tubuh kepolisian, tidak berdasarkan kepentingan politis dan untuk melanggengkan kekuasaan.

Kedua, mendesak Kapolri terpilih untuk menghentikan tradisi pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Indonesia. Kapolri harus mau dan berani menindak keras jajaran Polri yang terbukti melakukan kekerasan.

Ketiga, mendesak Kapolri untuk melakukan reformasi di tubuh Polri agar menjadi sebuah institusi yang profesional dan memiliki perspektif hak asasi manusia secara jernih dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya.

Keempat, aparat Penegak Hukum untuk menuntaskan pengusutan kasus – kasus kekerasan dan serangan siber yang dialami oleh Jurnalis dan media dalam melaksankan fungsi dan tugasnya. Seperti pengusutan kasus kekerasan yang dialami 4 jurnalis pada saat peliputan aksi penolakan pembahasan RKUHP pada 2019, yang hingga saat ini belum juga dituntaskan.

“Lima, aparat Penegak Hukum untuk mengusut secara tuntas kasus-kasus berupa serangan siber dan kekerasan kepada masyarakat sipil dalam menyampaikan kritik dan pendapatnya,” sebutnya.

Sebelumnya pada Kamis (21/1) lalu, Rapat Paripurna DPR RI telah mengesahkan persetujuan guna menjadikan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri baru pengganti Jenderal Pol Idham Azis yang akan memasuki masa pensiun.[]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist