MASAKINI.CO – Sejak 2016, Indonesia telah mengalokasikan anggaran untuk perubahan iklim sekitar 4,1% per tahun atau sekitar Rp 6,2 miliar per tahun. Ini terlaksana karena adanya dukungan teknis dari lembaga internasional dalam mengidentifikasi dan mengatur anggaran yang terkait dengan iklim.
“Menurut saya dengan pengalokasian anggaran iklim ini, kita bisa membangun reputasi, transparansi kebijakan fiskal serta komitmen dan konsistensi terkait agenda perubahan iklim. Dengan reputasi seperti itu yang sudah mapan maka lebih mudah bagi kita dalam menerbitkan green financing, terutama dengan global bond maupun domestic retail bond,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, pada Fiscal Forum Panel on Climate Change and the Urgency of a Green Recovery, seperti dilansir dari situs Kemenkeu.go.id pada Senin (12/4/2021)
Menkeu sangat senang sekaligus mendukung komitmen lembaga internasional seperti IMF, dalam hal pengawasan, agar setiap negara dapat mengetahui di mana posisi komitmen global tentang iklim.
Tentu saja, sebutnya, pengawasan multilateral ini juga harus adil karena setiap negara memiliki titik awal dan kapasitas yang sama sekali berbeda.
“Jadi jika Anda akan mulai menggunakan pengawasan multilateral ini, harus dalam satu paket dengan peningkatan kapasitas serta tentu saja pembiayaan. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya karena itulah yang dibutuhkan banyak orang,” ungkapnya.
Sri Mulyani menambahkan, pada masa sekarang ini banyak masyarakat atau penduduk generasi muda yang semakin sadar dan lebih peduli terhadap perubahan iklim karena benar-benar menyangkut masa depan mereka.
Katanya, generasi muda sangat ingin berpartisipasi melalui pola pikir, gaya hidup, dan pilihan konsumsi mereka, termasuk tentang cara berinvestasi yang mencerminkan kepedulian soal isu ini.
“Jadi agar kita bisa memanfaatkan kesempatan ini, maka kita perlu melembagakan dan menaruhnya di dalam sistem seperti di sisi fiskal, baik di perpajakan apakah ini subsidi, apakah ini insentif tax holiday, tax allowance, dan membuatnya lebih tegas serta kredibel. lalu memasukkannya dalam instrumen, proses pembuatan kebijakan yang nyata, kemudian eksekusinya. Saya pikir inilah yang paling penting dari sisi otoritas fiskal,” pungkasnya.