MASAKINI.CO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menyebut aktivitas pengambilan galian C di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Baro Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie telah berdampak terhadap fasilitas umum.
Saat ini kondisi kedua tiang jembatan rangka baja yang menghubungkan Kecamatan Keumala dengan Kecamatan Sakti sudah mulai terkikis diduga akibat adanya aktivitas galian C tersebut. Jembatan rangka baja yang dibangun dengan anggaran Rp16 miliar terancam ambruk.
Direktur Eksekutif WALHI Aceh Ahmad Shalihin, mengatakan seharusnya Pemerintah Kabupaten Pidie sudah bisa melakukan penertiban dengan melibatkan aparatur penegak hukum.
Menurut Shihin, pemerintah setempat jangan hanya membentang spanduk untuk melarang orang melakukan galian C akan tetapi tidak memberikan kesadaran kepada masyarakat ketika galian C yang diambil berdekatan dengan jembatan akan memberikan dampak terhadap daya tahan jembatan. Apalagi kegiatan Galian C yang ada sekitar aliran sungai Keulama tersebut disinyalir tidak memiliki izin.
“Persoalan galian C jangan dianggap hal biasa oleh pemerintah setempat karena akan berdampak longsor dan erosi dalam kawasan tersebut, selain itu juga Pemerintah Aceh juga harus melakukan tindakan tegas dalam penertiban galian C sebelum terjadinya bencana,” katanya, Senin (11/1).
Dia menjelaskan, dalam Udang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, Pasal 1 ayat 13a.
Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu. Pasal 35 (1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar rupiah.
“Secara peraturan perudang-undangan, aparat penegak hukum sudah dapat melakukan penindakan terhadap pelaku Galian C Illegal tanpa ada laporan dari masyarakat,” ujar Ahmad Shalihin.
“Apalagi kegiatan pengambilan galian C tersebut tidak dilaporkan kepada aparatur ditingkat kecamatan dan Pemerintah tidak harus menerima pengaduan terlebih dahulu baru melakukan penindakan terhadap pelaku galian C di Keumala, hal ini menjadi aneh ketika pemerintah harus menunggu pengaduan,” pungkasnya.