MASAKINI.CO – Rumah panggung tradisional berwarna campuran hijau, kuning, oranye, dan merah muda itu tampak kokoh terpancang di ujung Gampong (Desa) Nusa, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar.
Di depannya tumbuh sebatang pohon mangga. Dua orang yang jauh terpaut usia sedang mendongak ke atas pohon tersebut. Yang muda menjolok galah, mencoba memetik setangkai mangga yang sudah ranum.
Sementara pria berusia senja di sampingnya tampak berkacak pinggang sembari memberi aba-aba kepada pria yang lebih muda. Sekali mendongak, sekali memungut setumpuk mangga yang sudah dijolok si pemuda.
Namanya Juned. Usianya sekitar 70an tahun. Dia adalah pemilik rumah panggung tradisional di belakang pohon mangga itu.
Menurut pengakuan Juned, rumah panggung di Desa Nusa, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar itu adalah rumah orang tuanya dan sudah ditinggali sejak tahun 1960an.
Namun, Juned sendiri saat ini berdomisili dengan keluarganya di Geuceu Iniem, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh. Sesekali, ia menyempatkan diri mengunjungi rumah panggung milik orang tuanya itu.
“Kalau sehari-hari saya di kebun, di Keuneu Eu, Peukan Bada. Jadi tadi saya ditelepon sama orang ni. Waktu itu saya lagi di kebun. Makanya sekarang saya sempatin kemari sebentar,” ujarnya, Rabu (8/3/2023) lalu.
Karena tak ada yang tempati, rumah itu kemudian disewakan kepada Lembaga Pariwisata Nusa (LPN), yaitu lembaga otonom yang mengurus urusan pariwisata Desa Nusa, diketuai oleh Nurhayati. LPN menyewa rumah Juned sejak 2016 hingga 2028 nanti.
“Masalah pengelolaan rumah ini biar mereka (LPN) yang atur sekarang,” kata Juned.
Pada dasarnya, konstruksi rumah panggung itu adalah rumah Aceh, yaitu rumah panggung kayu yang terdiri dari satu pintu masuk rumah dengan tangga kayu dan beberapa jendela kayu. Bubungnya berbentuk limas, namun tidak runcing ujung.
Kini, rumah itu sudah direnovasi dan didekorasi oleh tim LPN dengan kelir warna-warni. Begitu pula dengan ruang panggung di bawah rumah sudah dipagari dengan kayu pancang yang juga berwarna kombinasi hijau, kuning, oranye, dan merah muda.
Jika ada tamu yang berkunjung ke Desa Wisata Nusa, maka akan diarahkan ke rumah tersebut. Nantinya jika ingin menginap, maka akan diarahkan oleh tim LPN untuk menginap di rumah tinggal para warga yang beberapa kamarnya sudah disewakan alias dijadikan homestay.
Saat ini, total ada sekitar 45 homestay warga yang disewakan kepada para tamu yang bertandang ke Desa Wisata Nusa. Per kamarnya bisa dihuni oleh dua orang tamu.
Desa Wisata Nusa merupakan sebuah desa yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat pascabencana tsunami Aceh 2004 silam sebagai destinasi wisata. Konsep wisata desa ini berbasis pada siaga bencana atau edukasi kebencanaan.

Para wisatawan yang bertandang bisa belajar memahami tentang konsep siaga bencana di desa tersebut. Selain itu, mereka juga bisa belajar tentang kebijaksanaan dan khazanah lokal langsung dari para warga desa.
Ketua LPN, Nurhayati mengatakan pada 18 Agustus 2021 lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menobatkan Desa Wisata Nusa sebagai 50 Desa Wisata Terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021.
“Pak Sandi mencanangkan Nusa ini sebagai Desa Wisata Siaga Bencana, karena kami hadir menjadi desa wisata setelah terjadinya bencana tsunami pada 2004. Kami mendeklarasikan diri menjadi desa wisata itu 2015,” kata Nurhayati.
Dia menjelaskkan, sebenarnya upaya itu sudah mulai dirintis sejak 2013. Namun, pada saat itu mereka baru mencoba untuk menggali dan mencari potensi-potensi wisata yang ada di Desa Nusa, selain hasil kerajinan tangan yang diolah dari daur ulang sampah.
Ketua I Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Nusa itu menambahkan, LPN yang diketuainya tersebut bekerja sama dengan Lembaga-lembaga yang ada di gampong seperti PKK, komunitas Al Hayah, para ustaz-ustazah dari Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), dan juga para aparatur gampong.
Selain itu, mereka juga menjalin kerja sama dengan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Aceh Besar. Di antaranya meliputi pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kapasitas warga dan ibu-ibu yang memiliki homestay.
“Kami hanya memfasilitasi kegiatan-kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan wisata,” ujarnya.
Untuk produk kuliner lokal sendiri, Desa Nusa memiliki beragam menu. Di antaranya keripik oen temurui, kuah beulangong, keripik sukon, keripik ubi, kamaloyang, rendang kangkung, timphan asoe kaya, seupet kue, keukarah, dan keurupuk mulieng (emping melinjo).
Terkait jumlah pengunjung sendiri, Nurhayati menyebutkan dalam enam bulan terakhir ada sekitar 1.000an tamu yang bertandang ke Desa Wisata Nusa.
Saat ini saja, Desa Nusa sedang menampung tamu sebanyak 105 siswa-siswi dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia, Kabupaten Aceh Timur. Mereka tiba sejak Senin, 6 Maret 2023 dan akan kembali ke Aceh Timur pada Jumat, 10 Maret 2023.
“Ini mereka masih istirahat di homestay, karena baru pulang dari rumah Cut Nyak Dhien,” kata Nurhayati saat itu.
Jika ingin menikmati suasana pedesaan dengan hamparan sawah dan gunung sejauh mata memandang, sila langsung berkunjung ke Desa Wisata Nusa di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar.
Destinasi wisata ini menyuguhkan pengalaman desa di saat hadirnya desentralisasi hingga ke tingkat desa sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dengan bertandang ke sana, secara tidak langsung juga sudah meningkatkan perekonomian masyarakat baik secara pribadi maupun kelembagaan seperti melalui Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) Nusa. Mari berwisata ke Desa Nusa! [Sammy Khalifa]