Barongsai Golden Dragon Perekat Toleransi di Serambi Mekkah

Grup Barongsai Golden Dragon sedang beraksi menghibur warga dalam perayaan Imlek 2023 di Banda Aceh. (foto: masakini.co/Ahmad Mufti)

Bagikan

Barongsai Golden Dragon Perekat Toleransi di Serambi Mekkah

Grup Barongsai Golden Dragon sedang beraksi menghibur warga dalam perayaan Imlek 2023 di Banda Aceh. (foto: masakini.co/Ahmad Mufti)

MASAKINI.CO – Hentakan tambur berpadu dengan bunyi simbal dan dentuman keras gong, menarik perhatian warga yang melintas di kawasan Peunayong, Kota Banda Aceh. Bunyi tersebut menuntun dua orang dibalik boneka berkepala singa, berbadan naga.

Dua orang itu adalah penari barongsai yang meliuk-liuk menghibur penonton. Sesekali penari di belakang, mengangkat penari depan tinggi-tinggi. Mereka juga bikin jantung penonton berdegup kencang. Kala meloncat-loncat di tiang pancang tak sama tinggi berkelir orange itu.

Penonton makin riung mendekat. Jalanan di depan Vihara Buddha Sakyamuni, Peunayong, Banda Aceh, seketika lumpuh dipenuhi warga.

Sebelum matahari naik sepenggala, ibu kota dari provinsi satu-satunya di Indonesia yang menerapkan Peraturan Daerah (Perda) dengan hukum Syariat Islam itu, riuh rendah merayakan Imlek 2023.

Di Peunayong, kawasan yang sejak masa kerajaan Aceh Darussalam sudah banyak dihuni warga Tionghoa tersebut sedang melangsungkan pertunjukkan barongsai untuk merayakan Imlek atau tahun baru berdasarkan penanggalan Cina.

Dari dulu hingga kini warga Tionghoa banyak bermukim di situ. Mereka hidup dengan mata pencaharian niaga. Sebagai pusat ekonomi terbesar di provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu, perputaran uang di Peunayong salah satunya dihasilkan oleh masyarakat keturunan Tionghoa.

Sejak puaknya menapak ke Serambi Mekkah ratusan tahun silam, kini warga Tionghoa di Banda Aceh berjumlah ribuan orang. Berbaur dengan warga lokal. Juga dengan keturunan etnis lain yang ada di Aceh. Tak sedikit pula mereka yang akhirnya memutuskan pindah agama. Masuk Islam.

Bukan karena paksaan. Melainkan setelah berbaur dan mengenal Islam dari mayoritas masyarakat Aceh, akhirnya keputusan itu diambil.

Mereka yang masih beragama Budha, Khonghucu, atau Kristen, difasilitasi pemerintah dengan rumah ibadah yang layak. Sedikitnya ada empat vihara di kawasan Peunayong berdiri.

Ketua yayasan Hakka Aceh, Kho Khie Siong mengatakan dari tahun ke tahun perayaan Imlek di Banda Aceh selalu berjalan aman. Ritual ibadah dan kebudayan khas saat perayaan Imlek pun, tak pernah diusik oleh masyarakat Aceh.

“Selalu perayaannya berjalan aman, damai, meskipun kami jumlahnya sedikit. Nggak ada gangguan. Orang-orang di Aceh ini sama-sama menghargai dan mendukung,” katanya.

Sebagai warga Aceh, pria yang akrab di sapa Aky itu mengharapkan agar bangunan persaudaraan lintas etnis dan agama yang telah dipacak erat selama ini, terus dirawat sampai kapan pun.

“Kuncinya adalah sesama warga harus saling menghormati, menghargai. Apa-apa yang diterapkan di Aceh, semisal penerapan hukum syariat Islam harus pula kita hargai,” ujarnya.

Aky bilang, masyarakat Kota Banda Aceh dan sekitarnya sangat senang Imlek tahun ini kembali digelar pertunjukan barongsai. Atraksi tarian dengan kostum singa berbadan naga itu jadi hiburan. Sebab, usai pandemi Covid-19 melanda, perayaan Imlek terbilang sepi.

Pemain Barongsai Golden Dragon di Banda Aceh. (foto: masakini.co/Ahmad Mufti)

Dua hari sebelum acara, yayasan Hakka Aceh–paguyuban terbesar tempat bernaungnya orang-orang Tionghoa, itu telah menyebar selebaran bakal digelarnya barongsai.

Lokasi pertunjukannya di depan Vihara Buddha Sakyamuni. Konon, atraksi barongsai dipercaya bisa mengusir roh-roh jahat.

Sekitar pukul 11.00 WIB, Minggu 22 Januari 2023 lalu, telah tampak warga dari beragam etnis berbaur menyaksikan atraksi barongsai yang dimainkan tim Barongsai Golden Dragon dibawah binaan Yayasan HAKKA Aceh.

Tim barongsai ini meluncurkan ragam atraksi. Menari-nari mengikuti irama pukulan tambur, gong dan simbal. Para penonton berdecak kagum memberikan aplaus. Tak sedikit juga yang merekam dengan kamera ponsel momen itu.

“Lumayan lelah, tapi senang kami bisa kembali menghibur warga,” kata Ratih Purwasih. Dia memegang alat musik simbal dalam tim Barongsai Golden Dragon.

Uniknya, Ratih Purwasih ini adalah perempuan keturunan Aceh dan beragama Islam. Pagi itu jilbab hitam menutupi bagian kepalanya. Tak sedikit pun tampak canggung Ratih memainkan simbal. Dia dan rekannya yang lain sangat lihai menuntun pemain barongsai menari.

“Mungkin sudah sepuluh tahun saya jadi atlet Barongsai Golgen Dragon,” katanya.

Meski lelah, wajah Ratih yang berlumuran peluh tersenyum kepada warga yang menonton. Hentakan simbalnya makin semangat. Baginya kesenian barongsai adalah hobi. “Enak main barongsai, kayak olahraga juga kan,” ujarnya tersenyum.

Segudang prestasi tingkat nasional dan internasional telah ia raih bersama Barongsai Golden Dragon. Berkat barongsai, perempuan berusia 25 tahun itu telah melanglang buana ke berbagai negara.

Menurutnya, pertunjukan di depan Vihara Buddha Sakyamuni ini merupakan latih mental tampil di depan masyarakat sendiri, sebelum nantinya mengharumkan nama Aceh di pentas Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumatera Utara tahun 2024 mendatang. Sebuah ajang yang tengah dipersiapkan matang oleh orang-orang yang berhimpun di Barongsai Golden Dragon. Mereka bertekad raih prestasi terbaik untuk Aceh di pesta olahraga nasional tersebut.

Hari itu masyarakat yang menonton terhibur dengan pertunjukan tim barongsai Ratih dan kawan-kawannya. Pandemi Covid-19 yang telah beringsut menjauh, bikin mereka kembali bisa unjuk aksi. Berbilang menit sebelum azan zuhur, atraksi barongsai telah berhenti.

“Inilah uniknya Aceh. Nuansa toleransi antar umat beragama siapa bilang tak ada? Lihat tuh, yang nonton banyak pakai jilbab, dan sebelum azan zuhur acara selesai,” ujar Mawaddah, warga Banda Aceh yang turut menonton atraksi Barongsai Golden Dragon.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist