MASAKINI.CO – Akses menuju Pulo Breueh dan Pulau Nasi di Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar saat ini masih minim fasilitas. Transportasi menuju ke daerah itu masih menggunakan boat nelayan yang terbuat dari kayu.
Camat Pulo Aceh Jamaluddin, mengatakan terkendalanya transportasi disebabkan dermaga Lampuyang di Pulau Breuh belum dilakukan pengerukan, sehingga kapal tidak dapat berlabuh.
Dia menyebut butuh perhatian pemerintah Provinsi dan instansi terkait untuk segera dilakukan pengerukan agar transportasi dapat berjalan normal.
βSaat masuk dermaga harus menunggu 1 hingga 2 jam, karena boat harus parkir dulu, sebab itulah perlu dilakukan pengerukan,β kata Jamaluddin kepada masakini.co, Jumat (21/7/2023).
Dia menerangkan, sebelumnya proses pengajuan pengerukan telah diusulkan pihaknya kepada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dan Pemerintah Provinsi Aceh.Β Namun, ungkap Jamaluddin, hal tersebut tak dapat ditindaklanjuti dengan alasan dapat merusak ekosistem laut.
βSementara kita butuh dermaga yang memadai untuk boat dan kapal. Kami berharap pengerukan dapat segera direalisasikan,β ujarnya.
“Jika perhatian Pemerintah Kabupaten Aceh Besar sudah banyak,” tambah Jamaluddin.
Tak hanya itu, terbatasnya jadwal pelayaran juga menjadi kendala dalam pembangunan potensi di Pulo Aceh. Bahkan, pemerintah kecamatan Pulo Aceh terkesan tidak hidup, karena proses pengurusan administrasi masyarakat kerap dilakukan di pusat ibu kota.
βKita juga ada petugas pembantu di Banda Aceh,β ujarnya.
βJika masyarakat Pulau Nasi ke Pulau Breuh mengeluarkan biaya hingga Rp200 ribu pulang pergi, makanya masyarakat lebih memilih ke Banda Aceh karena biayanya lebih murah,β sebutnya.
Apalagi, jadwal berlayar kapal KMP Papuyu rute Pulo Aceh hanya mampu dilaksanakan 3-4 kali dalam sebulan. Akibatnya masyarakat kerap menggunakan boat nelayan sebagai sarana transportasi.
βJadi keseringan masyarakat harus menunggu,β pungkasnya.