MASAKINI.CO – Hasil pengolahan minyak nilam dan atsiri Aceh 80% diserap pasar luar negeri, sementara hanya 20% yang menjadi konsumsi nasional. Dorongan menciptakan ekosistem pengolahan minyak nilam di Aceh, sehingga konsumsi nasional dan ekspor bisa berimbang, perlu dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Syaifullah Muhammad dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO), Kamis (10/10/2022) lalu di Banda Aceh.
Syaifullah menjelaskan ARC memiliki program pemberdayaan petani dan menciptakan pengusaha-pengusaha baru, sehingga bisa mewujudkan komposisi hasil minyak nilam Aceh 50% menjadi konsumsi nasional dan 50% diekspor.
Namun, dia menyebut perlu adanya ruang peningkatan kuantitas minyak nilam melalui pemanfaatan lahan di Aceh dan peningkatan kualitasnya.
“Salah satunya melalui kegiatan pendampingan kepada petani,” ujarnya.

Sementara Mustaqim dari Dewan Atsiri Indonesia, menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara produsen utama minyak atsiri dunia, dan minyak atsiri Aceh memiliki kualitas yang sangat baik.
“Minyak atsiri Aceh perlu didorong produktivitasnya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas,” katanya.
Kepala OJK Aceh, Yusri, mengatakan FGD yang digelar bersama ILO itu bertujuan untuk mendukung pengembangan sektor pertanian Aceh, yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi Aceh.
Dia menyebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik posisi Triwulan I tahun 2023, Sektor pertanian agrikultural berkontribusi positif sebesar 29,61% dari total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh.
“OJK mengupayakan peningkatan akses keuangan pada ekosistem agricultural Aceh karena tercatat agricultural Aceh mendukung pertumbuhan ekonomi Aceh. Perlu ada langkah konkrit di sektor pertanian Aceh, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah petani dan mendukung peningkatan devisa negara,” ujar Yusri.