MASAKINI.CO – Tangan Fitri Andriani (30) cekatan memindahkan lembaran-lembaran bendera. Bulir-bulir air hujan mulai berjatuhan, tangannya dengan sigap mengumpulkan bendera dari berbagai ukuran itu.
“Piyoh-piyoh,” ucap Fitri sembari memasukkan bendera ke dalam karung dengan ukuran muatan 50 kilogram.
Di sepanjang jalan Teuku Umar, Gampong Suka Ramai, Kecamatan Baiturrahman, ditemukan setidaknya 10 titik lokasi pedagang musiman itu menggelar lapak.
Mereka memanfaatkan tepi kanan dan kiri trotoar jalan untuk menjajakan bendera Merah Putih dengan ukuran bervariasi. Para pedagang ini rata-rata memanfaatkan momentum untuk tambahan pendapatan.
Bendera dengan ukuran besar diikat Fitri di dinding taman Gunongan, sementara umbul-umbul peringatan kemerdekaan Indonesia itu, digantungnya di tali.
Di bawah sebuah pohon besar, sejak 26 Juli 2023 lalu, Fitri menjajakan bendera kebanggaan Indonesia tersebut. Pohon rindang itu turut menjadi tempat dia berlindung dari terik matahari dan hujan kala menjaja bendera.
Fitri meninggalkan pekerjaan sehari-harinya sebagai guru mengaji di salah satu dayah yang berada Gampong Paya Bili I, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, untuk kemudian alih profesi sebagai pedagang musiman.
Tiap tahunnya, ia datang ke Banda Aceh untuk berjualan bendera. Pekerjaan musiman itu, kata Fitri merupakan pekerjaan turunan dari orang tuanya. Sudah 23 tahun lamanya Fitri mengais rezeki saat jelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia.
Katanya, ia selalu menjaja dagangan di lokasi yang sama sejak sebelum gempa dan tsunami melanda Aceh. Barang dagangan itu dia peroleh dari toke bendera di Bandung. Fitri mengatakan, sang toke telah percaya kepadanya untuk menyuplai bendera ke Aceh.
Namun, dia tak hanya berpaku dari barang kiriman itu, Fitri juga memiliki keahlian dalam menjahit bendera. Bahkan, di lapaknya ia menjual bendera hasil jahitannya sendiri.

Menurut Fitri bendera hasil jahitannya itu memiliki kualitas yang berbeda. Ketahanan kain dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
“Kami di kirim barang dari Bandung, toke-nya dari sana, namun sebagian saya juga menjahit sendiri dengan menggunakan bahan yang kualitas bagus,” kata Fitri, Senin (14/8/2023).
Di Banda Aceh, lanjut Fitri, ia tinggal bersama orang tuanya di kompleks Taman Budaya. Biasanya, perempuan itu memulai menjahit bendera sejak empat bulan jelang perayaan kemerdekaan.
“Karena kan jahit dalam jumlah banyak, jadi saat bulan Ramadan kami sudah mulai jahit,” ujarnya.
Untuk persiapan HUT Kemerdekaan, Fitri mampu menjahit hingga 1000 lembar bendera. Dibantu delapan karyawan di rumah orang tuanya Fitri menghabiskan 20 gulungan kain untuk menjahit bendera.
Katanya, permintaan masyarakat untuk bendera sangat tinggi, bahkan banyak instansi pemerintah telah memesan bendera jauh-jauh hari.
“Pelanggan tak hanya dari Aceh, namun banyak dari luar daerah juga dengan pemesanan online,” ungkapnya.
Per hari, Fitri mengaku berhasil menjual ratusan lembar bendera dengan ukuran yang bervariasi. Harga yang dijualnya pun terbilang murah, mulai Rp5 ribu untuk jenis souvenir, hingga Rp400 ribu untuk background.
Fitri menyebutkan untuk omset dari penjualan bendera tersebut setiap harinya berbeda-beda, tergantung ramai atau tidaknya pembeli. Namun jika mendekati perayaan HUT Kemerdekaan RI, permintaan masyarakat meningkat pesat.
“Hari ini sudah laku sampai Rp1,3 juta, dan semakin dekat dengan perayaan semakin banyak laku,” sebutnya.
Berjualan bendera musiman begini, Fitri mengaku mampu meraup omzet hingga Rp13 juta setiap tahunnya. Itu merupakan laba bersih yang ia terima. Saban harinya ia menggelar lapak sejak pukul 08.00 pagi hingga pukul 22.00 malam.