MASAKINI.CO – Gelombang kedatangan besar pengungsi Rohingya ke Aceh pada akhir 2023 hingga berlanjut di tahun 2024, menuai respon beragam oleh masyarakat. Peristiwa ini menjadi perhatian nasional dan melahirkan sentimen negatif terhadap pengungsi.
Narasi kebencian kepada etnis Rohingya masif terjadi di berbagai platform media sosial yang turut memicu penolakan pengungsi di lapangan oleh warga lokal di Aceh. Sebagai badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi, UNHCR pun tak luput dari tuduhan masyarakat Indonesia sebagai dalang penyelundup pengungsi Rohingya.
“Wah, kami tentu tidak terlibat di dalam perdagangan dan penyelundupan manusia,” kata Ruven Menikdiwela, Asisten Komisaris Tinggi UNHCR untuk Perlindungan, di Banda Aceh, Senin (22/4/2024).
Sebaliknya, tutur Ruven, pihaknya justru sangat mendukung pemerintah tempat pengungsi berlabuh untuk membongkar apakah ada jaringan penyelundup yang membawa mereka tiba di sana.
“Kami dukung pemerintah melakukan tindakan hukum bagi siapa pun yang melakukan penyelundupan manusia,” tegasnya.
Menurut Ruven, kerja-kerja UNHCR hanya fokus dalam hal membantu pengungsi—tak hanya pengungsi Rohingya saja, agar mendapatkan kesempatan hidup secara normal.
“Seperti yang terlihat, para pengungsi di sini rentan dan tidak berbahaya. Mereka hanya ingin hidup yang normal, bukan hidup yang mewah, hanya ingin hidup yang baik saja,” ungkapnya.
Ihwal narasi kebencian terhadap pengungsi Rohingya, Ruven Menikdiwela yang mengaku baru tiga hari tiba di Indonesia dan berkunjung ke Aceh, itu melihat intensitasnya telah menurun. Dia menyampaikan rasa terima kasih kepada masyarakat. “Seharusnya pengungsi ini tidak dibenci, seharusnya ditolong karena mereka rentan,” katanya.