Kala Kontingen NTB Belajar Jadi Tuan Rumah PON yang Baik di Aceh

Kontingen dari Nusa Tenggara Barat (NTB) berfoto dengan penari kolosal yang mengangkat kisah Laksamana Keumalahayati pada pembukaan PON XXI Aceh-Sumut 2024. (foto: masakini.co/Ahmad Mufti)

Bagikan

Kala Kontingen NTB Belajar Jadi Tuan Rumah PON yang Baik di Aceh

Kontingen dari Nusa Tenggara Barat (NTB) berfoto dengan penari kolosal yang mengangkat kisah Laksamana Keumalahayati pada pembukaan PON XXI Aceh-Sumut 2024. (foto: masakini.co/Ahmad Mufti)

MASAKINI.CO – Tarian kolosal massal mengangkat kisah Laksamana Keumalahayati pada pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024, membuat mata Nurhaidin berkaca-kaca.

Dia larut menyaksikan ratusan generasi muda Aceh itu mempertontonkan cerita Laksamana Keumalahayati, perempuan tangguh di Tanah Rencong itu merebut kemerdekaan dan memberangus kehadiran penjajah.

“Kolosal ini mengingatkan kita semua bahwa semangat persatuan, kebersamaan, adalah kunci yang paling utama untuk negara kita bisa maju,” kata Nurhaidin kepada masakini.co.

Malam itu Senin (9/9/2024) di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh, jadi malam yang tak akan dilupakan oleh Nurhaidin sepanjang hidupnya. Dia mengaku terpukau sekaligus takjub dengan Aceh sebagai tuan rumah.

Provinsi ujung barat Indonesia ini telah memberi pelajaran bagaimana seharusnya daerah asal Nurhaidin, Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Nusa Tenggara Timur (NTT) nanti dalam bertindak menjadi tuan rumah PON XXII 2028 mendatang.

Sejak menginjakkan kaki ke Aceh pada 27 Agustus 2024, sekretaris kontingen atlet dan ofisial NTB itu mengaku telah disambut ramah, laksana keluarga yang telah lama tak pulang ke kampung halaman sendiri, oleh masyarakat Aceh.

“Sambutannya luar biasa. Kami disuguhkan makanan dan minuman, seakan-akan kami ini keluarga yang sudah lama tak pulang kampung,” kata Nurhaidin.

Bentuk menyambut tamu yang seperti itu meninggalkan bekas mendalam dalam di hati Nurhaidin. Keramah-tamahan masyarakat Aceh tersebut telah meruntuhkan stigma yang berkembang selama ini bahwa orang-orang di tanah Serambi Mekkah menutup diri terhadap daerah lain.

PON yang dalam sejarah Indonesia perdana diselenggarakan dengan dua tuan rumah sekaligus ini, bagi Nurhaidin adalah yang patut dicontoh.

Terutama bagaimana Aceh sebagai tuan rumah pembukaan telah menampilkan tarian kolosal yang sangat membekas bagi atlet dan kontingen dari seluruh penjuru negeri. Tarian yang berkisah tentang Laksamana Keumalahayati ini dianggap punya daya magis merajut persatuan.

Selain itu sambutan hangat masyarakat Aceh kepada semua kontingen PON, menjadi bekal yang akan dibawa pulang Nurhaidin ke NTB.

“Estafet tuan rumah seperti ini akan kami lanjutkan bersama NTT nanti. Kami belajar betul dari spirit PON Aceh-Sumut,” ungkapnya.

Budaya Memuliakan Tamu

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh Azhari tak menampik bahwa masyarakat Aceh sangat ramah ihwal menyambut tamu. Menurutnya, hal itu merupakan pegangan masyarakat yang telah lama melekat dalam adat-istiadat Aceh, yaitu ‘Peumulia Jamee Adat Geutanyoe’.

Meski dikenal dengan Serambi Mekkah dan pelaksanaan Syariat Islam yang begitu kental, namun masyarakat Aceh sangat punya sikap toleran ketika ada tamu yang datang baik muslim atau non-muslim, suku yang sama atau pun tidak, akan tetap dihargai dan dihormati.

“Begitu adanya adat-istiadat di Aceh memuliakan tamu. Kemudian masyarakat Aceh sangat sopan, sangat moderat dalam hal menerima tamu dan menyesuaikan diri dengan perkembangan adat budaya,” kata Azhari.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh, Azhari. (foto: untuk masakini.co)

Dia mengatakan ajang PON kali ini tentu tamu yang datang ke Aceh dari berbagai provinsi seluruh Indonesia dengan ragam budaya, sikap, dan keyakinan spiritual berbeda.

“Mungkin saudara-saudara, teman-teman, sebelum ke Aceh menganggap kondisi Aceh bagaimana? Tetapi dapat dilihat, setelah tiba di Aceh bagaimana kondisinya? Baik di tempat-tempat penginapan, di arena pertandingan, di venue-venue PON yang telah ditetapkan, tentu masyarakat sangat terbuka, sangat ramah dan welcome,” ungkap Azhari.

Dia mengharapkan seluruh tamu yang hadir dapat menjunjung tinggi adat-istiadat yang dianut masyarakat Aceh. Bagi mereka yang non-muslim tak perlu khawatir soal pemakaian jilbab, sebab selama berada di Aceh tidak akan dipaksa oleh aturan penerapan Syariat Islam itu.

“Tetapi menyesuaikan saja dengan situasi dan kondisi,” ujarnya.

Azhari berharap perhelatan PON ini dapat menjadi momentum antar anak bangsa menukar informasi, menjalin silaturahmi dan berdiskusi, menyampaikan informasi-informasi dari daerah masing-masing.

“Sehingga itu bisa meningkatkan kinerja, persahabatan, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah untuk bisa memahami budaya di masing-masing daerah. Perlu untuk kita saling menguatkan, saling menghormati, saling meningkatkan rasa persaudaraan satu sama lain karena kita satu bangsa,” tutup Azhari.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist