MASAKINI.CO – Seumpama semut. Begitulah pemandangan orang-orang di atas batu pemecah ombak dan jalanan tepi laut Kampung Jawa, Banda Aceh, Sabtu (3/11/2024) petang.
Saban akhir pekan, lazimnya warga kota bahkan pendatang, menghabiskan petang, menunggu senja, sembari bercerita dengan keluarga; teman, atau bahkan kekasih.
“Nanti habis makan buah, sampahnya dirapikan ya,” kata juru parkir.
Ia menghampiri empat perempuan muda, yang meriung di atas batu pemecah ombak. Coklat, hitam, merah jambu, dan tosca warna pakaiannya. Melahap semangka lengkap dengan bumbu. Empat sekawan ini merujak.
“Baik, bang,” jawab salah seorang. Disertai anggukan serempak.
“Untuk uang parkir, dua ribu per motor,” tagihnya.
Juru parkir tersebut lantas bergegas. Ia turun ke badan jalan. Merapikan motor yang tata letaknya dianggap belum benar. Setiap motor yang hadir, posisi parkirnya diarahkan lurus mengikuti bahu jalan. Bukan serong.
Langkah ini untuk meminimalisir kemacetan. Sudah menjadi rahasia umum, setiap petang akhir pekan, jalan tepi pantai Kampung Jawa ramai adanya. Selain jalan relatif kecil, kondisi aspal di bagian tepi yang terkelupas, makin menyempitkan ruang laju kendaraan.
Sejurus kemudian, ia kembali ke atas batu pemecah ombak. Mengutip uang parkir di setiap kumpulan orang-orang.
Mai (31) tahun, tampak bercengkrama dengan buah hatinya. Sembari menyuapi kue kepada ‘mawar mungil’ berusia tiga tahun. Ibu rumah tangga tersebut mengaku, tidak setiap akhir pekan menghabiskan waktu di tepi laut Kampung Jawa.
“Jarang, hanya sesekali. Sebenarnya sedikit malas, karena pas pulang biasanya di sini macet,” ujarnya.
Ia memilih maklum kondisi tersebut. Pikirnya sederhana, karena akhir pekan. Intesitas orang-orang melepas penat secara bersamaan, dianggapnya wajar membuat lalu lintas di sana macet. Apalagi jalan juga tak lebar.
Warga yang berdomisili di Lingke itu, hanya khawatir soal kebersihan. Menurutnya, perlu kesadaran bersama, bertanggung jawab atas sampah masing-masing. Sumbernya dari makanan atau jajanan yang dibawa.
“Paling banyak lidi siomay, atau tusuk gorengan. Akan susah dibersihkan karena masuk di celah-celah batu. Tentu menganggu pandangan, saat duduk,” nilai Mai.
Tidak jauh darinya, pemandangan tampak lebih berwarna. Sejoli terlihat sedang memadu kasih, merayakan kasmaran. Sementara di langit, matahari berangsur-angsur menuju terbenam.
Rona jingga dominasi pandangan. Orang-orang sigap dengan gawai. Memotret senja mencium cakrawala.
Lantunan tilawatil quran bergema dari pengeras suara masjid-masjid sekitar. Pertanda magrib segera tiba. Orang-orang bergegas pulang. Tak sedikit pula yang tak beranjak.