MASAKINI.CO – Sebanyak 153 orang sumber daya manusia (SDM) kebudayaan dari seluruh kabupaten/kota di Aceh, hadir untuk melaksanakan Duek Pakat Kebudayaan Aceh di Kompleks Taman Ratu Safiatuddin, Kuta Alam, Banda Aceh, dari tanggal 13-16 November 2024.
Mereka terdiri dari seniman, budayawan, pelaku budaya, serta organisasi kesenian dan kebudayaan di Aceh yang tergabung dalam Suara untuk Kebudayaan Aceh Terarah (SUKAT).
Kegiatan ini terselenggara dengan kolaborasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh serta Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 1 Aceh
“SUKAT saat ini sudah mencoba untuk melaksanakan partisipasi bermakna, terkait dengan Rancangan Qanun (Raqan) Pemajuan Kebudayaan Aceh,” kata Koordinator SUKAT, Iskandar Tungang.
Namun karena keterbatasan waktu, hanya beberapa hal saja yang tercapai. Tapi menurut SUKAT, pencapaian ini merupakan hal yang cukup signifikan.
“Yang paling penting dari proses Duek Pakat ini adalah adanya partisipasi bermakna. Menurut SUKAT, belum pernah dilakukan sebelumnya terhadap raqan-raqan yang lain. Jadi ini adalah preseden baru,” ungkapnya.
Atas nama SUKAT, dirinya mengucapkan terima kasih kepada pihak Disbudpar Aceh, yang telah memberi wewenang pada SUKAT bersama perwakilan SDM kebudayaan dari seluruh Aceh, untuk mengurus Raqan ini.
Serta kepada BPK Wilayah 1 Aceh, yang telah memfasilitasi hingga terlaksananya Duek Pakat Kebudayaan Aceh ini. Iskandar juga mengucapkan terima kasih, kepada seluruh perwakilan SDM kebudayaan dari 23 kabupaten/kota yang ada di Aceh.
“Kita akan terus mengawasi setiap gerak, terkait implementasi kebijakan pemajuan kebudayaan dalam hal ini,” bebernya.
SUKAT mengaku bangga, dengan menghadirkan keterwakilan yang sangat unik. Seperti para pawang, konservatoris, pengelola pasar tradisional, para pencari lebah, dan OPK lainnya.
“Selain itu, keterwakilan etnis juga sangat beragam, seperti etnis Gayo, Kluet, Simeulue, Tionghoa, Tamiang, Singkil, dan etnis lainnya,” ungkapnya.
Pihaknya berharap, Duek Pakat ini bisa digelar dua tahun sekali, untuk mengevaluasi sejauh mana kemajuan OPK, dan meningkatkan indeks pemajuan kebudayaan.
“Dan kita berharap hal ini akan mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya pemajuan kebudayaan di tingkat provinsi dan kabupaten,” pungkas Iskandar.