MASAKINI.CO – Direktur The Aceh Institute, Muazzinah mengungkapkan maraknya perokok anak di Kota Banda Aceh, terutama dari kalangan pelajar sekolah.
Fenomena ini dinilai bertentangan dengan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diatur dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2016.
“Fenomena perokok anak sekolah masih sering kita temukan, biasanya mereka merokok sepulang sekolah,” ujar Muazzinah, Selasa (17/12/2024).
Menurutnya, faktor utama yang mendorong tingginya angka perokok anak adalah pengaruh lingkungan keluarga dan teman sebaya. Sering kali, anak diminta oleh orang tua atau anggota keluarga untuk membeli rokok.
Tanpa disadari, hal tersebut menjadi proses pembelajaran negatif bagi anak karena mereka akan mengenal lokasi, harga, hingga merek rokok.
“Selain dari keluarga, pengaruh teman sebaya juga menjadi faktor signifikan. Biasanya mereka merokok karena coba-coba atau rasa penasaran,” tambahnya.
Meski permasalahan ini masih menjadi tantangan besar, Muazzinah menaruh harapan tinggi pada kepemimpinan Wali Kota Banda Aceh mendatang, Illiza Sa’aduddin Djamal.
Sebagai pencetus kebijakan KTR, Illiza diharapkan dapat memperkuat implementasi qanun tersebut agar lebih efektif.
“Kami optimis, dengan kepemimpinan Illiza kebijakan KTR akan lebih baik, beliau tentu akan konsisten memperkuat aturan ini,” kata Muazzinah.
Muazzinah juga memaparkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat Banda Aceh terhadap kebijakan KTR telah mengalami peningkatan signifikan. Pada 2019 tingkat kepatuhan hanya mencapai 21,1 persen. Kini angka ini meningkat menjadi 45,3 persen pada 2023.
“Ini merupakan capaian positif, karena artinya edukasi tentang KTR sudah lebih dipahami oleh masyarakat,” ujarnya.
Namun demikian, pasar tradisional dan warung kopi masih menujukkan rendahnya tingkat kepatuhan oleh masyarakat.
“Ini tantangan yang harus diselesaikan agar Banda Aceh bisa menjadi contoh kota yang sehat dan bebas rokok,” pungkas Muazzinah.