MASAKINI.CO – Petani di Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Aceh Besar, mengeluhkan harga gabah saat panen tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Harga gabah di sana berkisar antara Rp6.000 sampai Rp6.200, sementara Pemerintah telah menetapkan keputusan melalui Badan Pangan Nasional Nomor 2 tahun 2025 tentang perubahan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yaitu Rp6.500.
Rosmaini (53) petani asal gampong Ateuk Lampeuot, Kecamatan Simpang Tiga berharap hasil panennya dibeli dengan harga Rp6.500.
“Sawah ini punya orang lain yang saya kelola. Saya berharap harga yang bagus, untuk bisa mendapat keuntungan pada musim tanam ini,” ungkapnya, Selasa (11/2/2025).
Ia mengaku sangat terpukul karena musim tanam yang lalu tidak bisa memanen akibat kekeringan yang melanda daerah tersebut.
“Panen kali ini harusnya janganlah harganya turun terus, kapan kami para petani ini bisa untung jika harga jual saat panen selalu turun,” ujarnya.
Kondisi yang tidak menguntungkan petani ini mendapat perhatian dari Bulog Aceh. Mereka menurunkan tim untuk monitoring ke kawasan panen di Kecamatan Simpang Tiga dan berkunjung ke kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Simpang Tiga.
Kunjungan tersebut bertujuan untuk menjelaskan mekanisme serapan gabah petani oleh Bulog kepada para penyuluh pertanian.
“Kita dari Bulog siap menyerap gabah dari petani dengan harga Rp6.500 per kilogram. Begitu panen, petani bisa langsung menghubungi kami bisa melalui penyuluh pertanian setempat, dan kami langsung mengirim tim untuk menjemput hasil panen padi petani di lokasi panen,” jelas utusan Bulog Aceh, Mahlizar.
Ia mengatakan penjemputan padi ke lokasi pertanian agar petani tidak perlu menambah biaya pengangkutan lagi, dan diusahakan untuk bayar secara transfer ke rekening petani.
“Kami akan jemput langsung gabah ke petani agar tidak menambah beban transportasi angkutan petani. Terkait biaya kita akan coba transfer lngsung ke rekening petani,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator BPP Simpang Tiga Khaidir SP, mengatakan turunnya tim Bulog Aceh secara langsung ke lapangan, agar petani tidak simpang siur terkait harga gabah mereka.
“Selama ini petani kita menjualnya Rp6.000 kepada agen pengumpul, paling mahal Rp6200, itupun sangat sulit,” jelasnya.
“Agen dengan berbagai alasan hukum dagang nya, seperti gabahnya masih basah atau kadar airnya masih tinggi, selain itu petani juga perlu uang cash segera untuk bayar ongkos potong dan ongkos angkut, dan disinilah ketergantungan petani kepada agen yang selalu berada di lokasi panen saat panen tiba,” pungkas Khaidir.