Alternatif Mahar Nikah Selain Emas, Ini Penjelasan MPU Banda Aceh

Ilustrasi | pasangan baru nikah memperlihatkan cincin emas. I foto: ilustrasi/ai

Bagikan

Alternatif Mahar Nikah Selain Emas, Ini Penjelasan MPU Banda Aceh

Ilustrasi | pasangan baru nikah memperlihatkan cincin emas. I foto: ilustrasi/ai

MASAKINI.CO – Di tengah harga emas yang terus melonjak dan menyentuh angka Rp6,3 juta per mayam (termasuk ongkos pembuatan) di Banda Aceh, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh, Tgk. Syibral Malasyi mendorong masyarakat untuk mempertimbangkan alternatif mahar pernikahan yang lebih ringan dan tidak memberatkan pihak laki-laki dalam pernikahan.

Menurut Tgk. Syibral, meskipun dalam budaya Aceh mahar yang umum digunakan adalah emas atau uang, secara syariat Islam mahar bisa berupa apa saja yang bermanfaat.

“Mahar yang makruf itu bisa berupa barang berharga dan bermanfaat tetapi yang sudah mengadat itu emas atau uang,” kata Syibral, Sabtu (19/4/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan hadist riwayat Abu Daud yang disahkan oleh Al-Hakim yang berbunyi “Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan)”, maka ia mendorong keluarga calon pengantin untuk mengambil kebijakan bijak dalam menentukan mahar.

“Untuk kebijakannya perlu diatur dalam adat gampong supaya terselamatkan kehormatan serta wibawa masyarakat di daerah masing-masing,” jelasnya.

Ia mencontohkan daerah Aceh Selatan yang telah menerapkan aturan adat untuk membatasi mahar maksimal lima mayam. Jika melebihi, akan dikenakan sanksi adat.

Aturan ini, menurutnya sangat membantu meringankan beban ekonomi bagi laki-laki yang ingin menikah.

“Atau jika pemerintah ingin andil mensubsidi mahar dengan mekanisme yang terukur juga tidak masalah. Tapi itu jika memungkinkan,” tuturnya.

MPU mengimbau seluruh masyarakat, khususnya di Banda Aceh agar dalam menentukan mahar tetap mengedepankan nilai-nilai syariat. Jangan sampai membuat tuntutan mahar tinggi hingga berujung tertundanya pernikahan.

Ia juga mengingatkan bahwa penundaan pernikahan bisa membuka peluang terjadinya kerusakan moral, seperti pergaulan bebas, khalwat, hingga pernikahan tidak resmi.

“Ini yang perlu kita cegah bersama,” pungkasnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist