MASAKINI.CO – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar, menyatakan keberatannya atas rencana Pemerintah Pusat menambah empat batalyon TNI di Aceh.
Malik menegaskan bahwa langkah tersebut bertentangan dengan semangat perdamaian Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tercantum dalam MoU Helsinki 2005.
“Selama 20 tahun perdamaian, rakyat Aceh merasa aman dan percaya pada komitmen negara. Tapi jika TNI ditambah tanpa dasar yang jelas, itu bisa mengoyak kepercayaan itu,” kata Malik Mahmud dalam keterangannya.
Keberatan Malik ihwal wacana penambahan batalyon itu juga disampaikannya kepada tokoh perdamaian Aceh dari pihak pemerintah Hamid Awaluddin, dalam persamuhan di Meuligoe Wali Nanggroe, Senin (5/5/2025) kemarin.
Kepada Hamid, Wali Nanggroe Aceh menyampaikan kondisi geopolitik kawasan sedang stabil. Misalnya, hubungan negara-negara berdekatan dengan Indonesia (ASEAN), baik-baik saja. Termasuk juga India, Sri Langka, Bangladesh dan Asutralia.
“Jadi alasan untuk menambah personel TNI di Aceh tidak tepat,” ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Aceh, Tgk. Muharuddin, yang hadir dalam pertemuan itu juga menyoroti pembangunan empat batalyon TNI yang dinilainya minim koordinasi dengan Pemerintah Aceh.
Ia menilai langkah sepihak ini bisa merusak kepercayaan antara pusat dan daerah, serta mengabaikan kekhususan Aceh sebagai daerah istimewa yang dijamin dalam MoU Helsinki.
“Penempatan pasukan besar tanpa komunikasi berisiko memicu ketegangan politik,” katanya.
Menanggapi topik yang dibincangkan tersebut, Hamid Awaluddin lebih menjawab normatif. Ia mengaku belum mempelajari wacana penambahan batalyon tersebut.
“Saya baru tahu tentang rencana ini, maka saya mengajukan dua pertanyaan penting: apa urgensinya dan apa relevansinya?” ujarnya.
Menurutnya jika pemerintah mampu menjawab dengan jelas dua pertanyaan tersebut kepada masyarakat Aceh, maka penilaian bisa diberikan secara objektif.
“Namun tanpa penjelasan rasional, wajar jika masyarakat mempertanyakan dan merasa resah,” ungkapnya.