Oleh : Aduwina Pakeh
Dalam dunia politik, kesungguhan dan konsistensi adalah fondasi utama yang membedakan mereka yang sekadar ingin berkuasa dari mereka yang benar-benar siap memimpin.
Teuku Raja Keumangan (TRK) menunjukkan bahwa dirinya bukan sekadar memiliki niat, melainkan juga tekad yang kuat untuk mengemban amanah sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Aceh.
Keseriusan itu tergambar dari langkah konkret yang dilakukannya. TRK secara terbuka dan aktif menjalin komunikasi lintas struktur, mulai dari jajaran elit DPP Partai Golkar seperti Maman Abdurrahman, Adies Kadir, Andi Harianto Sinulingga, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Dyah Roro Esti Widya, Kahar Muzakir, hingga Syahmud Basri Ngabalin. Komunikasi tersebut bahkan menjalar ke internal elit DPD II Golkar Aceh, termasuk pertemuannya dengan T.M. Nurlif dan Lukman CM.
Artinya, TRK tidak membatasi geraknya. Ia membangun jembatan politik dari atas hingga ke akar rumput, memperlihatkan komitmennya untuk membesarkan Partai Golkar Aceh secara kolektif.
TRK tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawa rekam jejak panjang dalam dunia politik yang memperlihatkan konsistensi, keberanian, dan semangat juang yang teruji.
Ia pernah bertarung dalam perebutan kursi DPR Aceh dari Dapil 10 meliputi Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Simeulue dan berhasil meraihnya. Namun kemudian memilih langkah berani: mengundurkan diri dari legislatif demi maju dalam Pilkada Nagan Raya sebagai calon bupati, dan akhirnya terpilih.
Langkah ini bukan semata-mata soal ambisi, tetapi lebih pada wujud keberanian menempuh jalur eksekutif untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat secara langsung. Keputusan itu juga menunjukkan bahwa bagi TRK, politik bukan hanya soal jabatan, tetapi soal pengabdian.
Inilah yang membedakan TRK dari banyak kandidat lainnya. Ia bukan kader instan, bukan pula wajah baru dalam partai. TRK adalah kader organik yang tumbuh dari bawah, ditempa dalam kawah candradimuka Golkar.
Ia memahami denyut organisasi, tahu bagaimana mesin partai bekerja, dan memahami nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi Golkar.
Dengan latar belakang tersebut, kehadiran TRK dalam kontestasi Musyawarah Daerah (Musda) bukanlah kejutan, melainkan keniscayaan yang lahir dari proses panjang kaderisasi. Langkah TRK yang terus menjalin komunikasi dan konsolidasi dengan DPP bukan semata-mata pencitraan politik.
Ini adalah strategi kaderisasi yang sejalan dengan arahan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yang berkali-kali menekankan pentingnya membangun kekuatan partai dari daerah sebagai fondasi kemenangan nasional.
Dalam konteks itu, TRK menjadi sosok ideal. Ia punya akar yang kuat di masyarakat, piawai membangun relasi ke pusat, dan mampu mengartikulasikan kepentingan daerah dalam kerangka nasionalisme partai.
TRK bukan hanya mengusung semangat lokal, tetapi juga membawa perspektif makro yang dibutuhkan untuk mengangkat kembali kejayaan Golkar di Aceh.
Musda seharusnya tidak dipahami sekadar sebagai arena perebutan kekuasaan, tetapi sebagai momentum strategis untuk mengevaluasi perjalanan partai, merancang masa depan, dan memilih pemimpin yang mampu menghadirkan perubahan nyata.
Dalam hal ini, TRK telah membuktikan dirinya layak menjadi kandidat utama. Ia memiliki tiga modal utama yang tak tergantikan dalam tubuh partai modern: legitimasi, militansi, dan loyalitas. Ketiganya adalah pilar yang menentukan kelayakan seorang pemimpin dalam menjaga marwah partai.
Dukungan moral dan politik dari sejumlah tokoh penting di DPP menjadi sinyal kuat bahwa TRK tidak hanya dianggap serius, tapi juga dinilai layak memimpin. Ini adalah bentuk apresiasi atas konsistensinya membangun komunikasi politik yang sehat dan etis.
TRK tidak menggunakan cara-cara instan, ia tidak mengandalkan klaim kosong, tapi hadir dengan bukti. Ia tidak memaksa, tapi meyakinkan. Dan inilah bentuk kepemimpinan yang dibutuhkan Golkar Aceh saat ini figur yang mampu merawat kepercayaan, menyatukan kekuatan, dan memperkuat identitas partai.
Dengan mendorong figur seperti TRK, Partai Golkar sejatinya sedang kembali menegaskan akar ideologisnya, bahwa kader sejati adalah mereka yang telah teruji bertarung, bertahan, dan membangun dari bawah. TRK adalah simbol nyata dari semangat itu.
Jika Golkar ingin kembali menjadi kekuatan dominan di Aceh, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan marwah kaderisasi sejati. Memberikan kepercayaan kepada kader yang tumbuh dari dalam tubuh partai adalah awal yang tepat.
Sudah waktunya Partai Golkar Aceh dipimpin oleh kader murni sosok yang tak hanya memahami cara kerja partai, tetapi juga mampu menjaga kepercayaan publik dan menjembatani kepentingan daerah dengan dinamika nasional.
Dalam seluruh jejak langkah dan visi politiknya, Teuku Raja Keumangan adalah salah satu jawaban terbaik untuk tantangan itu.
*Penulis adalah Dosen FISIP Universitas Teuku Umar