MASAKINI.CO – Masyarakat Aceh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Aceh kembali turun tangan mengawal tuntutan aksi yang dilakukan pada 1 September 2025 lalu. Hari ini, mereka mengantarkan surat permohonan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ke DPRA, sebagai kelanjutan dari aksi besar kemarin.
Koordinator Lapangan, Miftah, menegaskan bahwa langkah ini diambil karena sampai hari ini tidak ada keseriusan dewan menanggapi tujuh tuntutan pokok yang telah mereka tandatangani di hadapan ribuan massa aksi.
“Sejak aksi kemarin, kami belum melihat langkah nyata dari DPRA. Maka hari ini kami masukkan surat agar RDPU bisa dilaksanakan segera, pada Kamis 11 September,” kata Miftah, Senin (8/9/2025).
Menurutnya, tuntutan yang disuarakan masyarakat bukan hal sepele. Mulai dari reformasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Polri, penuntasan kasus pelanggaran HAM di Aceh, evaluasi tambang, pembebasan peserta aksi yang ditahan, transparansi penggunaan dana Otsus, hingga penolakan rencana penambahan batalyon teritorial di Aceh yang dianggap bertentangan dengan MoU Helsinki.
“Kami tidak mau janji yang ditandatangani di depan rakyat hanya jadi seremoni. Rakyat sudah terlalu sering dikhianati dengan janji kosong,” tegas Miftah.
Miftah juga menyinggung isu politik yang kerap dijadikan dagangan oleh sebagian elite di Aceh, termasuk wacana pisah dari pusat. Menurutnya hal itu tak perlu dilakukan, yang penting mampu menjalankan pemerintahan yang baik dan benar.
Miftah menegaskan bahwa perjuangan ARA bukan soal politik praktis, melainkan soal keadilan dan kesejahteraan rakyat. Ia juga mengingatkan agar luka masa lalu tidak kembali diabaikan. KKA, Rumoh Geudong, Jambo Keupok, Arakundo.
“Lebih baik kita pikirkan dulu bagaimana mensejahterakan rakyat dan realisasikan poin tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat,” tuturnya.