Mereka menilai, pemberian izin penambangan kepada PT EMM merupakan bentuk pembangkangan terhadap kekhususan Aceh. Proses penambangan juga diyakini dapat menimbulkan dan meningkatkan bencana ekologis, menurunkan dan merusak kualitas air bagi masyarakat yang berada di kawasan pertambangan, dan berpengaruh buruk terhadap kelestrian keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.
“Lokasi pertambangan PT EMM berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Padahal kita tahu KEL merupakan paru-paru dunia. Oleh karena itu Pemerintah Aceh harus mendesak Pemerintah Pusat untuk mencabut izin pertambangan PT EMM,” kata salah seorang orator aksi di Halaman Kantor Gubernur pada Kamis 28/03
“Kami akan terus menanyakan sikap Plt Gubernur Aceh terkait PT EMM. Sudah lebih dari 10 bulan ini kami terus berjuang agar izin tambang PT EMM dicabut. Saat ini, sudah lebih 100 lembaga yang bergabung bersama kami untuk menolak kehadiran PT EMM di Aceh,” ujar mereka.
Mahdi Nur, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh yang menjumpai para pendemo, meminta mereka untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
Terkait tuntutan BPA agar Pemerintah Aceh mencabut izin pertambangan PT EMM, Mahdi Nur mengungkapkan, bahwa Pemerintah Aceh telah menyurati Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menanyakan perihal pemberian izin pertambangan kepada PT EMM.
“Dalam surat balasannya, BKPM menegaskan bahwa proses pemberian izin pertambangan sudah sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku. BKPM menjelaskan, saat ini PT EMM sedang digugat oleh Wahli. Saat ini sedang berproses. Jadi, kita tunggu saja proses hukum yang sedang berjalan saat ini. Pemerintah Aceh tidak pernah melupakan rakyatnya dan akan selalu membela kepentingan rakyat. Namun, sebagai negara hukum, mari kita hormati proses yang sedang berlangsung saat ini,” kata Mahdi Nur.
“Jika mencabut secara sepihak, maka Pemerintah Aceh berpotensi dituntut oleh PT EMM, karena menurut BKPM, perusahaan tersebut sudah menempuh semua prosedur hukum dan memenuhi syarat untuk melakukan pertambangan di Wilayah Nagan Raya dan Aceh Tengah,” kata Mahdi Nur.