BANDA ACEH | MASAKINI – Ratusan Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Aceh, Jumat 5/04. Mereka menuntut Pelaksana Tugas Gubernur untuk mencabut izin operasional PT. Emas Mineral Murni (PT.EMM).
Riski Ardian, Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry, mengatakan tuntutan pencabutan izin operasional PT. EMM dilakukan atas dasar tinjauan mereka ke Beutong Ateuh Banggalang, lokasi operasional perusahaan itu.
“Masyarakat menjerit. Mereka tertindas dengan oknum mafia tambang. Kita bersama masyarakat yang menolak perusahaan itu,” kata Riski.
Riski mengatakan, tuntutan mereka senada dengan aspirasi masyarakat banyak. Karena itu, mereka meminta tindakan tegas orang nomor satu di Aceh itu. Bukan sebatas aspirasi masyarakat, DPR Aceh, kata dia juga telah merekomendasikan agar pemerintah mengkaji ulang persoalan izin dari PT. EMM.
Dalam tiap orasinya, Riski bertanya kenapa Plt Gubernur sampai hari ini tidak mengambil tindakan apa pun, padahal banyak pihak yang telah menyuarakan penolakan atas izin operasional perusahaan itu.
“Kami curiga. Masyarakat resah tapi dia diam,” kata Riski.
Alfianda, koordinator aksi demonstrasi mengatakan, berbagai perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh. Sebagian besar di antaranya, kata dia, membawa mudharat. “Kalau nanti habis emas apa yang tersisa buat mereka (masyarakat-red),” kata dia.
Aksi penolakan atas operasional perusahaan PT Emas Mineral Murni (EMM) yang beroperasi di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah (10 ribu hektare) hingga saat ini masih terus digaungkan. Penolakan itu salah satunya disebut atas dasar kekhawatiran akan rusaknya lingkungan. Apalagi disebut-sebut proyek tambang itu ikut merambah hutan lindung dan hutan konservasi.
Dalam berbagai aksi pun, para pendemo menolak PT. EMM karena perusahaan tambang itu dimiliki oleh perusahaan luar yaitu dari Singapura. Sebagai perusahaan modal asing, izin investasi dan tambang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Sedangkan izin pinjam kawasan hutan dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pemerintah Aceh melalui Kepala Dinas ESDM, Mahdinur, dalam satu kesempatan menyebutkan bahwa pihaknya tidak dapat membatalkan izin operasional PT. EMM. Hal itu dikarenakan legalitas izin perusahaan tambang itu diberikan pemerintah pusat dan tentunya wewenang pencabutan izin pun harus dari pemerintah pusat. Hal itu diatur sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang perintah daerah.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Upaya itu saat ini telah dilakukan oleh Walhi Aceh. LSM yang bergerak di bidang lingkungan itu telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, atas penerbitan surat keputusan (SK) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang memberikan IIUP operasi produksi kepada PT EMM. Gugatan tersebut bernomor 241/g/lh/2018/ptun-jkt tertanggal 15 Oktober 2018. [nw/m2]