MASAKINI.CO – Wartawan di Kota Banda Aceh melakukan aksi terkait tindak kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis. Aksi digelar di bundaran Simpang Lima Kota Banda Aceh, Senin (30/9) sore.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Aceh Misdarul Ihsan mengatakan, aksi ini dilakukan untuk solidaritas terhadap kawan-kawan jurnalis yang dikriminalisasi aparat, selain itu demonstran saat meliput aksi beberapa hari lalu.
Lanjut Ihsan, berbagai dugaan muncul terhadap jurnalis yang dikriminalisasi aparat saat sedang meliput demonstrasi seperti masalah tidak menggunakan identitas.
“Padahal jelas para jurnalis yang mengalami kekerasan saat demontrasi itu menggunakan id card,” jelasnya.
Selain kasus kekerasan terhadap jurnalis, ia juga meminta pihak kepolisan mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) terhadap kasus yang menimpa jurnalis dan juga aktivis HAM Dhandy Dwi Laksono.
Menurutnya, penangkapan terhadap pendiri rumah produksi Wacthdoc dan sutradara film Sexy Killer ini dengan mengenakan UU ITE sangatlah tidak beralasan.
“Kita melihat bahwa apa yang dilakukan terhadap Dhandy dengan mengenakan pasal UU ITE itu sangatlah tidak beralasan karena hak berpendapat itu diatur oleh undang-undang,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mendesak pihak aparat Kepolisian Daerah Aceh untuk mengusut tuntas pelaku pembakaran terhadap rumah Asnawi Luwi, salah seorang jurnalis Serambi Indonesia di Aceh Tenggara yang terjadi pada 30 Juli lalu. Namun hingga kini belum ada kejelasan terkait kasus tersebut.
“Jadi kami meminta pihak Polda Aceh untuk mengusut tuntas kasus tersebut,” ujar Ihsan.
Ia juga mendesak Presiden RI untuk mereformasi lembaga kepolisian, karena banyaknya kasus kekerasan terhadap jurnalis serta terkesan lamban dalam mengungkap kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Kadiv Advokasi AJI Kota Banda Aceh, Juli Amin mengatakan, dalam kurun waktu dua pekan terakhir, terhitung sejak 14 hingga 25 September 2019, sebanyak 14 jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan saat menjalankan profesinya. Kejadian itu tersebar di sejumlah daerah di Indonesia.
“Dari data diperoleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, pelakunya mayoritas dari oknum aparat kepolisian yang mestinya mengayomi dan melindungi para insan pers terutama ketika berhadapan di lapangan dalam setiap aksi massa,” ujarnya.[]