MASAKINI.CO — Sekretaris Pelaksana JKMA Aceh, Zulfikar Arma merasa bingung terkait nasib hutan adat Aceh yang tak kunjung ditetapkan pemerintah pusat lewat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Padahal, sesuai SK KLHK Nomor SK.312/MENLHK/SETJEN/PSKL.1/4/2019 Tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I, seluas 94.724,98 Ha sudah masuk ke dalam peta indikatif hutan adat yang terdapat di Kabupaten Pidie dan Aceh Jaya.
“Peta indikatif maksudnya ini adalah hutan yang akan dicanangkan untuk dijadikan hutan adat. Jadi sudah ada pintu masuk bahwa akan ada penetapan hutan adat di Aceh tapi kapan penetapannya kami belum tahu,” kata Zulfikar pada masakini.co, Senin (16/3).
Menurutnya, penetapan hutan adat di Aceh sangat diperlukan. Pasalnya, status hutan adat itu berbeda dengan hutan-hutan yang lain, seperti disebutkan dalam aturan menteri NOMORP.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang perhutanan sosial.
Ia menjelaskan terkait status hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat dan kemitraan kehutanan yang tetap menjadi hutan milik negara bukan masyarakat adat. Sedangkan hutan adat masyarakat adat menjadi pemilik sah hutan tersebut.
“Kalau ada penetapan hutan adat di Aceh jadi rakyat Aceh punya hak penuh terhadap hutan itu,” lanjutnya.
Dengan demikian, jika hutan adat sudah ditetapkan, maka intervensi dari negara dinilai akan berkurang karena negara harus mendapat persetujuan dari pemilik sah, ketika ingin melakukan aktifitas tertentu di wilayah hutan adat.
“Ketika negara akan melakukan sesuatu di situ, misalnya mau diadakan tambang, mau buat jalan harus izin dulu dari masyarakat,” jelasnya.
Meskipun secara status berbeda dengan hutan lainnya, secara fungsi hutan adat tetap tidak berubah.
“Kalau fungsinya lindung ya tetap lindung, kalau konservasi ya tetap konservasi, tapi penerapannya dengan skema aturan adat sendiri bukan pakai aturan negara,” lanjutnya.“Aturan adatnya mau ngambil kayu untuk apa? apa mau bangun masjid, mushalla, kerenda misalnya, ada tempat boleh di tebang, siapa yang menebang, itu diatur. Jadi gak boleh liar juga.”
Ia berharap Pemerintah Aceh agar membantu masyarakat dalam penetapan hutan adat, alasannya wilayah hutan tersebut menjadi tanggung jawab provinsi.
“Yang kita mau dari provinsi membantu, jangan lagi masyarakat menanyakan ke kementrian, ini gimana prosesnya, seharusnya dibantu oleh provinsi. In kan udah masuk peta indikatif, tolong dong diproses apanya yang salah,” harapnya.[Ahlul Fikar]