Pilu Nasib Anak di Tanah Serambi Mekkah

Direktur Flower Aceh, Riswati. (foto: masakini.co/Missanur Refasesa)

Bagikan

Pilu Nasib Anak di Tanah Serambi Mekkah

Direktur Flower Aceh, Riswati. (foto: masakini.co/Missanur Refasesa)

MASAKINI.CO – Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Aceh laksana fenomena gunung es. Kasus yang terungkap hanya sebagian kecil, lantaran korban atau keluarga korban kebanyakan memilih bungkam. 

Direktur Flower Aceh, Riswati menilai faktor ‘mendiamkan’ tersebut dipengaruhi oleh beragam sebab. Sering, korban atau keluarga korban takut jika melapor nantinya akan menimbulkan persoalan baru. Belum lagi ditambah soal stereotipe yang hadir di komunitas korban.

Kerap juga, kata Riswati, keengganan melapor kasus kekerasan seksual yang menimpa anak di Aceh itu, lantaran si korban atau keluarga tak tahu harus mengadu ke mana. Kasus yang demikian kerap terjadi pada korban dari latar belakang keluarga pra-sejahtera.

Sementara penyebab lain, banyak korban enggan melapor karena pelakunya tidak lain adalah orang terdekat korban, alias keluarga sendiri. 

Riswati menyebut, berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (p2tp2a) Aceh serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual pada anak tahun 2020 mencapai 159 kasus.

Angka ini memang turun beberapa digit dari tahun sebelumnya, yakni 166 kasus. 

“Tapi data-data ini jangan kita pikir kalau itu sudah turun, bisa jadi orang khawatir melakukan pelaporan kasus-kasus,” katanya pada masakini.co, Sabtu (18/4/2021). 

Riswati menyoroti kasus kekerasan seksual terhadap anak, dan maupun kepada perempuan, mestinya tak terjadi di Aceh. Katanya, itu karena daerah berjuluk Serambi Mekkah ini menerapkan hukum syariat Islam. 

Harusnya penerapan hukum syariat Islam mewujudkan kemaslahatan dan rahmatan lil’alamin untuk semua masyarakat Aceh. “Tapi saat ini tidak dirasakan maksimal oleh perempuan dan anak,” ujarnya. 

Dia mendorong semua pihak untuk menatap kasus ini secara serius dan mencari solusi bersama. Katanya, upaya pemulihan korban kekerasan seksual baik terhadap anak maupun perempuan, menjadi tanggung jawab semua. 

Sebab menurut Riswati, kasus-kasus tersebut sangat berkaitan dengan dimensi Sosial, Hukum, Budaya dan Hak Asasi Manusia. 

Saat ini Flower Aceh dan LSM terkait lainnya sedang mengawal pembentukan Rancangan Aksi Daerah (RAD) Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS). 

Kata Riswati, banyak pihak berkeinginan RAD P3AKS itu agar segera dijadikan Peraturan Gubernur atau Pergub.

“Ini bisa menjadi payung hukum untuk menangani kasus soal kekerasan terhadap anak dan perempuan, termasuk di Aceh. Di nasional sudah disahkan, tinggal di Aceh ini didorong untuk dipergubkan,” pungkasnya. 

Reporter: Missanur Refasesa

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist