MASAKINI.CO – Telepon genggam Kopral Satu (Koptu) Suwandika berdering. Saat itu dia sedang duduk di dalam Pos Pengamanan Ketupat Seulawah Tahun 2021 di jalan lintas Banda Aceh-Medan, tepatnya di Kecamatan Langsa Timur. Di dalam pos, ada puluhan aparat gabungan yang terdiri dari Polisi, Satpol PP, petugas Dinas Perhubungan dan instansi lainnya. Mereka sedang santai.
Merasa tak enak menerima telepon di dalam pos karena ramai, Suwandika beringsut keluar. Dia mencari tempat yang lebih nyaman untuk bicara.
“Assalamualaikum Pa,… Apa kabar, Papa sehat?” tanya dari suara perempuan di balik layar telepon genggamnya. Belum sempat Suwandika menjawab, perempuan itu kembali menimpali, “Minal aidin wal faizin ya Pa, mohon maaf lahir dan batin kalau Mama selama ini ada salah,” kata perempuan itu lagi.
Suwandika tersenyum. Dari bibirnya lantas keluar kata yang sama kepada perempuan di balik layar telepon itu. Dia juga meminta maaf, dan bilang kabarnya baik-baik saja di pos. “Mama tak perlu khawatir.”
Pagi itu Kamis 13 Mei 2021 saat matahari masih malu-malu muncul di Langsa Timur, sepasang suami istri melepas rindu dan saling mengucap maaf di momen lebaran Idul Fitri melalui panggilan video WhatsApp.
Ini bukan tahun pertama Suwandika tak bisa berlebaran bersama keluarganya. Tahun lalu, dia juga kena tugas di pos Pengamanan Ketupat Seulawah.
Bintara Pembina Desa di Koramil 23/Langsa Timur itu mengaku istri dan anaknya bisa memahami tugasnya sebagai abdi negara Tentara Nasional Indonesia.
Kali ini dia bertugas mengatur para pelintas mudik yang mengakses jalan Banda Aceh-Medan. Sekalipun banyak masyarakat yang tahu bahwa pemerintah telah melarang mudik sebab wabah virus corona belum sirna, itu bukan berarti Suwandika dan petugas lainnya bisa santai.
Masih ada saja pemudik yang nekat pulang kampung. Setidaknya, berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Aceh sejak tanggal 6 Mei, dimana hari pertama larangan mudik itu diberlakukan, sudah terdapat 148 kendaraan bermotor yang dipaksa petugas putar balik di wilayah perbatasan Aceh dan Sumatera Utara.
Ada empat pintu jalur masuk perbatasan antara Aceh-Sumatera Utara. Terdiri di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, dan Aceh Tamiang. Kabupaten yang disebut terakhir adalah tempat Suwandika bertugas.
Aceh Tamiang merupakan jalur pantai utara-timur Aceh yang sering dilalui pemudik dari Sumatera Utara menuju tanah Serambi Mekkah, begitu pun sebaliknya.
Maka tak heran di kabupaten tersebut pemerintah banyak mendirikan Pos Penyekatan mudik. Terlebih akhir April 2021 lalu, Aceh Tamiang sempat berada di Zona Merah penyebaran virus Covid-19, sebelum akhirnya berhasil ditekan ke Zona Orange pada awal Mei.
Petugas gabungan ditempatkan di beberapa titik di Aceh Tamiang. Sebanyak 213 pintu masuk ke sana, mulai dari jalan raya hingga jalan ‘tikus’ dijaga ketat petugas di perbatasan Aceh itu.
“Aktifnya posko-posko ini melibatkan sinergitas Babinsa dan Bhabinkamtibmas,” kata Wakil Bupati Aceh Tamiang T. Insyafuddin, di penghujung April 2021.
Saat ini, sekalipun lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah sudah berlalu dua hari dan laju pemudik berhasil ditekan, trend kasus penyebaran lokal Covid-19 di Aceh semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Aceh Saifullah Abdulgani menyampaikan, Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh nyaris penuh.
Pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit rujukan utama provinsi Aceh itu sudah mencapai 76 orang. “Tempat tidur (bed) yang tersedia untuk perawatan pasien Covid-19 di RSUDZA sudah terisi sekitar 62,96 persen sejak tadi siang. Mungkin sekarang, pasien sudah bertambah lagi,” katanya Jumat (14/5/2021) malam.
Dia menyampaikan, data akumulatif kasus Covid-19 di seluruh Aceh per 14 Mei 2021, jumlahnya telah mencapai 11.157 kasus/orang. Para penyintas, yang sembuh dari Covid-19 sebanyak 10.223 orang. Pasien masih dirawat 1.444 orang, dan penderita yang meninggal dunia sudah mencapai 490 orang.
Pemerintah melalui petugas-petugas yang berada di lapangan, tak henti-hentinya mengimbau masyarakat bisa menahan diri agar tidak melakukan mobilitas terlalu banyak di luar rumah. Penggunaan masker dan menghindari kerumunan, juga diminta untuk terus dipatuhi masyarakat.
Bila himbauan ini diabaikan, bukan tidak mungkin kasus penyebaran Covid-19 melonjak dan tak terkendali di Aceh. Itu akan menyebabkan rumah sakit dan tenaga medis kewalahan. India jadi contoh negara yang berada di fase buruk tersebut. Ratusan pasien Covid-19 disana terlantar di luar rumah sakit dan tidak tertangani baru-baru ini.
“Petaka itu jangan sampai terjadi di Aceh. Mari terapkan protokol kesehatan untuk keselamatan bersama,” ujar Saifullah Abdulgani.
Dibalik telepon genggamnya Koptu Suwandika masih bercakap-cakap dengan sang istri. Sebagai tentara, dia dilatih untuk tidak ‘cengeng’ dalam suasana apapun. Tapi sebagai manusia biasa, dia tentu tak bisa menahan rasa rindu ingin berkumpul bersama keluarga, terlebih di saat perayaan lebaran.
Namun untuk memastikan keselamatan masyarakat, dia tepis rasa itu jauh-jauh. “Saya mesti bertugas di tengah perayaan,” katanya tegar.
Usai berbicara dengan istri, Suwandika menanyakan kondisi buah hati mereka. “Anak-anak sudah bangun, Ma?” tanyanya.
“Sudah, ini sudah pakai baju. Bentar lagi mau salat Ied kita,” jawab sang istri sambil memindahkan layar telepon ke seorang bocah di sebelahnya.
“Papa kapan pulang?” sambar bocah itu langsung. “Pa, Opor Ayam sudah masak, lho,” mulutnya tak henti berbicara. Di tepi jalan lintas Banda Aceh-Medan, Suwandika hanya mampu tersenyum mendengar makanan kesukaannya disebut sang anak. Mata tentara itu pun berkaca-kaca.