MASAKINI.CO – Sebanyak 114 pengungsi Rohingya yang terdampar di Kabupaten Bireuen, Aceh, dikeluarkan warga dari tempat penampungan darurat sementara, yakni dalam meunasah (mushala) Desa Alue Buya Pasie, Kecamatan Jangka.
Warga terpaksa mengeluarkan mereka lantaran sudah hampir sepekan tak ada kejelasan dari pemerintah terkait tempat penampungan ratusan pengungsi Rohingya itu. Sementara warga Alue Buya Pasie merasa aktivitas harian warga di meunasah, seperti salat berjamaah dan pengajian terhalang oleh keberadaan Rohingya di sana.
Informasi yang dihimpun masakini.co, Jumat (11/3/2022) sore, warga memindahkan pengungsi ke sebuah lapangan di depan meunasah. Para pengungsi hanya dibekali satu tenda dan alas tikar. Kondisi ala kadarnya ini berpotensi menyebabkan kesehatan pengungsi terganggu.
Sebelumnya, masakini.co juga mendapatkan salin rapat koordinasi lintas sektor yang dipimpin Ketua Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (PPLN) Armed Wijaya.
Rapat tersebut diketahui berlangsung pada Senin (7/3/2022), sehari setelah terdamparnya 114 pengungsi di perairan Bireuen. Hasil rapat merekomendasikan agar pemerintah Kota Lhokseumawe menerima sementara para pengungsi Rohingya itu.
“Sebelum nantinya mereka dipindahkan ke Kota Pekanbaru atau Tanjung Pinang,” demikian tertulis dalam surat rekomendasi yang ditandatangani Ketua Satgas PPLN Armed Wijaya.
Satgas PPLN juga memerintahkan IOM (Organization of Migration IOM) untuk berkoordinasi dengan Satgas PPLN daerah dan UNCHR dalam melakukan pemindahan pengungsi dari meunasah Alue Buya Pasie, Bireuen, ke penampungan sementara di Kota Lhokseumawe.
Namun hampir sepekan terdamparnya 114 pengungsi Rohingya di Bireuen, pemindahan ke tempat yang lebih layak belum menemui titik terang hingga warga terpaksa mengeluarkan mereka dari penampungan darurat meunasah Alue Buya Pasie.