MASAKINI.CO – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan Transparansi Internasional Indonesia (TII) melakukan audiensi dengan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Alhudri, di ruang kerjanya, Rabu (23/3/2022). Kadisdik Alhudri turut didampingi Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Sya`baniar dan Kepala Pembinaan SMA dan PKLK, Hamdani.
Dalam pertemuan tersebut Alhudri memaparkan berbagai prioritas pembangunan pendidikan di Aceh di bawah kepemimpinannya, mulai dari prioritas penganggaran, akuntabilitas, pelayanan pendidikan daerah terisolir, upaya membangun kualitas pendidikan, hingga tata kelola pendidikan yang bersih dari pungutan liar dan tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu, pasca dipercayakan menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Alhudri langsung menggandeng Tim Cyber Pungli Mabes Polri untuk pencegahan pungutan liar dalam tata kelola pendidikan di Aceh, KPK untuk penyuluhan pencegahan tindak pidana korupsi, dan Kejagung RI untuk tata kelola birokrasi yang bersih dan bebas korupsi.
Selain itu, Kadisdik juga rutin meninjau sekolah di pelosok, agar dirinya dapat melihat langsung bagaimana proses belajar-mengajar, ketersedian sarana dan prasarana, serta kesejahteraan guru-guru di sana. Selain itu, mantan Kepala Dinas Sosial Aceh ini menggagas program pembelajaran kelas jauh sebagai bentuk pelayanan pendidikan hingga ke daerah terisolir.
Bagi Alhudri, pendidikan adalah hak semua anak bangsa dimanapun mereka berada, adapun tugas dirinya adalah membuka akses pelayanan pendidikan hingga ke pelosok daerah.
“Yang intinya, kita terus bergerak dan itu tentu tidak mudah seperti membalik telapak tangan karena ini juga membutuhkan waktu. Tapi kami percaya jika dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil yang bagus,” kata Alhudri.
Menanggapi hal itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani, mengatakan ada beberapa hal yang sudah mengalami perubahan dari sebelumnya, mulai dari perencanaan dan peruntukan anggaran dinas pendidikan, dan ini dinilai sebagai sesuatu hal yang sangat dibutuhkan publik, artinya ada variabel terhadap tata kelola anggaran pendidikan.
Selain itu, program yang diusulkan tiap tahun juga mengalami perubahan yang cukup baik. Salah satunya yang menurut Askalani patut diapresiasi adalah adanya perencanaan terintegrasi dalam konteks bagaimana membangun dimensi perubahan dalam dunia pendidikan dari kualitas, kuantitas dan juga perubahan yang terintegrasi dalam membangun dunia pendidikan.
“Tadi dijelaskan oleh Pak Kadis terkait alokasi anggaran untuk kepentingan kualitas murid yang masuk dalam dunia kerja, ini kan butuh suatu perhatian,” kata Askalani.
Selain itu, ada pengurangan terkait proporsi anggaran pembangunan infrastruktur dari tahun sebelumnya dan ini dinilai sesuatu yang bagus. Karena jika dilihat dari rombongan belajar (Rombel) di daerah-daerah tertentu dengan jumlah murid yang ada tentunya harus ada variabel yang realistis untuk dilihat.
“Misalnya kata Askalani, daerah – daerah terisolir yang sering Pak Kadis kunjungi, kemudian dibangunnya pembelajaran kelas jauh itukan sangat bagus untuk pembangunan dunia pendidikan. Itu sesuatu yang sangat bagus sebenarnya untuk kepentingan pendidikan, dan itu sesuatu yang perlu didukung oleh publik,” tambah Askalani.
Kemudian, Askalani, dalam sisi pembangunan sudah ada perubahan dimensi, cara pandang, cara perencanaan yang ini membutuhkan kesempatan untuk tahun berikutnya untuk diprogramkan pada kualitas untuk mewujudkan dunia pendidikan yang lebih baik untuk Aceh.
Sementara itu, peneliti pada Transparansi Internasional Indonesia (TII), Agus Sarwono mengucapkan terimakasih atas sambutan dan kesedian Kadisdik untuk membahas isu terkait transparansi akuntabilitas dan partisipasi di sektor pendidikan.
“Harapannya ke depan kita bisa berkolaborasi lebih dalam lagi untuk menjalankan program-program yang terkait langsung untuk peningkatan kualitas layanan pendidikan. Selain itu adanya ruang partisipasi bagi masyarakat sipil untuk memantau program-program pendidikan khususnya di Provinsi Aceh,” kata Agus.
Agus mengaku cukup menarik bahwa Kepala Dinas Pendidikan Aceh ini (Alhudri) membuka ruang partisipasi yang cukup luas, kemudian ada upaya atau komitmen untuk membuka partisipasi publik lewat kanal-kanal website dan seterusnya. Hal itu yang nampaknya penting untuk segera dilakukan, agar tidak terjadi disinformasi di masyarakat soal anggaran dan perencanaan.
“Saya sangat senang ketika Pak Kadis menyampaikan rencana untuk membuka informasi anggaran. Tidak perlu membuka yang baru kan, sudah punya website, jadi websitenya itu bisa manfaatkan,” kata Agus.
Butuh Perhatian Serius
Dalam kesempatan itu, Askalani juga menuturkan bahwa salah satu yang harus menjadi titik fokus pembangunan pendidikan di Aceh adalah terkait peruntukan anggaran.
“Kalau selama ini peruntukannya lebih banyak pada program infrastruktur, dan ini kan sudah berubah lebih kepada tenaga pendidik, mutu pendidik, mutu pendidikan, artinya yang menjadi prioritas adalah bagaimana tenaga pendidik mampu meningkatkan kualitasnya,” kata Askalani.
Soal penggunaan transportasi, kemudian alat peraga seperti komputer dan sebagainya itu harus di support oleh dinas, bukan membuat pelatihan besar-besaran tapi tidak ada outputnya yang didapatkan, dan Askalani melihat ini yang sedang dirancang oleh Dinas Pendidikan saat ini. “Menurut kita itu sesuatu yang lebih bagus,” kata Askalani.
Untuk sekolah-sekolah tertentu, seperti SMK tentunya harus ada upaya yang sangat linear dilakukan dengan pola perencanaan untuk melahirkan lulusan yang dapat diserap pada dunia kerja.
“Saya ambil contoh misalnya, ada SMK jurusan otomotif. Maunya itu sudah mulai masuk pada bidang yang lebih khusus, misalnya sudah disediakan layanan untuk kepentingan semacam bengkel yang bagus. Jadi ketika dia lulus dia bisa mengembangkan di luar, jadi tidak melulu menciptakan lulusan namun tidak punya lulusan yang memiliki kesempatan kerja yang bagus di dunia kerja,” tutup Askalani. [adv]