MASAKINI.CO – Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sulaiman, mendesak pimpinan DPRA segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), mengingat masa jabatan Gubernur Aceh periode 2017-2022 akan segera berakhir, hanya menghitung bulan pada tahun ini.
Pansus RPJM ini menurut Sulaiman, akan bertugas mengevaluasi pelaksanaan RPJM Aceh yang sudah berlangsung selama 5 tahun, sehingga mendapat laporan hasil pelaksanaannya.
“Hasil pengamatan sekarang, targetnya itu jauh panggang dari pada api, misalnya target pertumbuhan ekonomi dalam RPJM sebanyak 6,5 persen, sementara yang didapatkan oleh Aceh saat ini, kami menduga cuma 2,75 Persen. Sektor pengentasan kemiskinan, Aceh menargetkan di tahun 2022 ini sebanyak 11,5 persen, namun fakta sekarang adalah angka kemiskinan Aceh justru mentereng di angka 15,43 persen,” katanya, Rabu (13/4/2022).
Sulaiman menyebut, indikator-indikator lemahnya ekonomi masyarakat Aceh dapat dilihat dengan nyata, misalnya; pada swalayan atau toko kelontong dan pasar tradisional lainnya yang ada di Aceh tidak ada satupun di toko kelontong atau toko bangunan bahkan warung kopi yang didominasi oleh produk Aceh.
“Dari ratusan item barang yang ada dalam toko, hanya emping melinjo, kedua gula merah dan ketiga bubuk kopi, itu pada sektor kelontong, beras saja belum tentu digunakan beras produk Aceh,” ujarnya.
Menurut Sulaiman, ekonomi Aceh tidak sejalan antara pelaksanaan dengan yang tertulis dalam RPJM, padahal target utama adalah untuk mensejahterakan rakyat Aceh.
“Artinya kemandirian ekonomi tidak ada,” tegasnya.
“Selama ini yang ada hanya peningkatan ekonomi Sumatera Utara (sebab kebanyakan barang dipasok dari Sumut) tidak ada peningkatan ekonomi Aceh,” tambahnya.
Sulaiman pun menawarkan kepada Penjabat (Pj) gubernur Aceh ke depannya siapapun yang akan ditunjuk, nantinya perlu menyiapkan langkah-langkah konkrit untuk peningkatan ekonomi agar rakyat Aceh menikmati kesejahteraan.
“Silahkan Otsus Aceh dibangun industri kecil sesuai dengan potensi yang ada di seluruh Aceh, yang kemudian hasil dari industri itu dijual di Aceh, nasional dan pasar internasional,” pungkasnya. [adv]