MASAKINI.CO – Pemerintah Aceh memasang sebanyak 63 titik tanda batas dengan Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Pemasangan tanda batas ini untuk memberikan kepastikan hukum terhadap batas wilayah suatu daerah, baik dari teknis maupun yuridis.
Tanda batas kedua provinsi itu dipasang di Kabupaten Aceh Tamiang (Aceh) dan Langkat (Sumut).
“Saat pemasangan, tim PBD (penegasan batas daerah) menerobos hutan kurang lebih 600 meter secara garis lurus dan menyeberangi sungai, melihat langsung 63 titik yang merupakan bagian dari batas Aceh-Sumut,” kata Asisten I Pemerintah Aceh, M Jafar, Kamis (2/6/2022).
Menurut Jafar, pemasangan tanda batas tersebut merupakan bagian dari tertib administrasi pemerintahan, dan memberikan kepastian hukum terhadap batasan wilayah kedua provinsi bertetangga itu.
Sementara Direktur Toponimi Kemendagri, Sugiarto, mengatakan pemasangan tanda batas Aceh-Sumut untuk menindaklanjuti Permendagri Nomo 28 tahun 2020. Pemasangan pilar nantinya akan dilanjuti oleh Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara dengan Pilar Batas Utama (PBU).
Dia menyebut, awalnya ada sekitar 67 PBU yang dipasang, namun tidak tertutup kemungkinan akan terjadi penambahan hingga 100 PBU.
“Peta kartometrik ada 67 titik, tapi hari ini kita faktual, sepertinya perlu perapatan PBU, kurang lebih 100 pilar bisa saja dipasang,” jelasnya.
Sugiarto menambahkan pemasangan PBU merupakan tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah.
“Untuk PBU ganjil diserahkan kepada Aceh sedangkan genap menjadi tanggung jawab Sumatera Utara,” ujarnya.
Wakil Bupati Aceh Tamiang, Tengku Insyafuddin menyampaikan soal batas kedua provinsi tersebut selama ini banyak mengalami dinamika, salah satunya tak ada kesepakatan antar tokoh-tokoh masyarakat kedua belah pihak.
“Tapi Alhamdulillah, tahun 2020 sudah keluar Permendagri terkait penetapan batas wilayah. Pemerintah Aceh tahun ini mengalokasikan anggaran pembangunan beberapa PBU disepanjang batas daerah antara Aceh Tamiang dengan Langkat,” katanya.
Pemasangan Pilar Batas Utama itu, tuturnya, merupakan agenda penting dalam penegasan batas suatu daerah. Sebab, masyarakat awam hanya mengetahui batas wilayahnya masing-masing dengan berbekal bentuk fisik bangunan di lapangan.
“Jadi pemasangan batas ini diprioritaskan pada titik-titik yang rawan, supaya tak terjadi konflik,” pungkasnya.