Socolatte “Makanan para Dewa” dari Pidie Jaya

Socolatte beralamat di Jalan Banda Aceh-Medan, Gampong Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya. (foto: dok FB Socolatte Aceh)

Bagikan

Socolatte “Makanan para Dewa” dari Pidie Jaya

Socolatte beralamat di Jalan Banda Aceh-Medan, Gampong Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya. (foto: dok FB Socolatte Aceh)

MASAKINI.CO – “Socolatte: Healthy Chocolate – Original from Aceh”, begitu slogan di gerai produk cokelat siap saji di Jalan Banda Aceh-Medan, Km 137, Gampong Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya itu.

Pada awalnya, toko Socolatte milik petani dan praktisi kakao asal Pidie Jaya, Irwan Ibrahim ini hanyalah berupa ruko sederhana yang di samping kiri-kanannya masih ditumbuhi pepohonan dan semaknya rerumputan liar.

Kini, bangunan toko itu tampak megah dan dilengkapi berbagai fasilitas baru, seperti kafe bagi para pengunjung yang ingin menikmati langsung penganan atau minuman cokelat di gerai tersebut.

Pada dasarnya, Socolatte merupakan toko yang menjual produk makanan siap saji berbahan baku kakao. Biji kakao itu dipasok dari panen kebun milik Irwan dan para petani lainnya. Kakao sendiri merupakan komoditas unggulan di Pidie Jaya selain kelapa.

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) pada mulanya diperkirakan berasal dari kawasan Amerika Selatan, terbentang dari Hutan Amazon hingga zona pra-Kolombia. Selain itu, kakao juga tersebar di sebagian besar wilayah historis Mesoamerika yang sekarang dikenal sebagai bagian dari Amerika Utara dan Tengah.

McNeil dalam “Chocolate in Mesoamerica: A Cultural History of Cacao” menjelaskan bahwa dalam budaya pra-Kolombia masyarakat Amerika, biji kakao dan bahan pangan yang dihasilkannya adalah bagian dari agama mereka. Karena itu, kakao memiliki peran penting dalam sistem kepercayaan, sosial, dan ekonomi mereka saat itu (2006, hal. 1).

Indonesia sendiri merupakan peringkat ketiga terbanyak negara pembudidaya kakao di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan nilai produksi mencapai 1.315.800 ton/tahun.

Sementara berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Aceh memiliki areal perkebunan kakao seluas 97,2 ribu ha dengan capaian produksi sebanyak 40,7 ribu ton pada 2021 lalu.

Dari jumlah tersebut, Pidie Jaya menyumbang 15.157 ha perkebunan kakao dan memproduksi 6.999 ton dari total 17.863 kepala keluarga (KK) petani (dok: Kabupaten Pidie Jaya dalam Angka, 2023).

Irwan Ibrahim adalah salah seorang dari 17 ribuan petani itu yang begitu ambisius menggarap ide pengolahan makanan dengan bahan baku biji kakao.

Sejak 2003 silam, Irwan sudah memulai usahanya di bidang pengolahan makanan berbahan dasar biji kakao. Dia juga gencar mengkampanyekan pentingnya konsumsi cokelat asli.

Owner Socolatte, Irwan Ibrahim. (foto: dok FB Socolatte Aceh)

Untuk para petani, Irwan giat mengajak mereka untuk lebih serius dalam membudidayakan tanaman kakao. Dia mengaku hal itu bertujuan demi kesejahteraan para petani itu sendiri.

Karena itu, dia proaktif membekali petani di Pidie Jaya dengan pengetahuan budidaya kakao. Salah satunya melalui kelompok tani Kakao Jaya.

Pada 2010 silam, dia memutuskan untuk memproduksi dan membangun toko cokelat sendiri yang diberi nama Socolatte. Bahan bakunya diolah dari biji kakao kebunnya dan juga dari panen kakao para petani lain yang kini jadi mitra kerjanya.

Irwan menjelaskan, nama Socolatte itu terdiri dari dua kata dari dua bahasa berbeda, yaitu so (siapa) dalam bahasa Aceh, dan chocolate (cokelat) dari bahasa Inggris.

“jadi, Socolatte artinya cokelat siapa? Ya cokelat orang Aceh.”

Kendala utama yang dihadapi Irwan dalam memasarkan produknya saat itu adalah kebiasaan masyarakat Aceh yang jamaknya adalah penikmat kopi.

Irwan mengakalinya dengan mengubah pola pikir bahwa dia tidak sedang “menjual” cokelat, tapi memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada masyarakat terkait urgensi mengonsumsi cokelat untuk kesehatan.

“Jadi tugas kita itu bagaimana membuka pasar. Caranya dengan menyadarkan masyarakat bahwa makan cokelat itu bukan cuma untuk snack, tapi bisa untuk kesehatan,” kata Irwan.

Fasilitas pabrik pengolahan cokelat milik kelompok usaha yang diketuai Irwan bisa dikatakan sudah lumayan “canggih”. Beberapa di antaranya yaitu ruang penyimpanan bahan mentah, ruang pengolahan, dan ruang pengemasan. Seiring waktu, berbagai fasilitas itu juga kian bertambah.

Dalam sehari, Socolatte mampu memproduksi 40-50 kg biji kakao. Jumlah tersebut dapat menghasilkan sekitar 900-1.000 cokelat bar. Selain biji kakao, turut juga ditambahkan beberapa komposisi lainnya, seperti gula dan krim sebagai pelengkap rasa.

Berbagai bahan itu lantas dimasukkan ke dalam bejana mesin pengaduk yang diproses selama 24 jam. Kemudian, cokelat yang sudah diproses dimasukkan ke dalam mesin pemanas khusus untuk dimatangkan kembali.

Yang membedakan produk cokelat Socolatte dari cokelat kebanyakan di pasaran, kata Irwan adalah penggunaan lemak nabati yang berasal dari cokelat itu sendiri. Alih-alih menggunakan campuran minyak nabati dari kelapa sawit, Irwan beralasan bahwa lemak nabati dari cokelat lebih menyehatkan.

Pasang-surut usaha pengolahan makanan berbahan baku biji kakao sudah dirasakan Irwan sejak 2003. Tak terkecuali di masa kini.

Salah satu kendala yang dihadapi Irwan dan petani kakao saat ini adalah hama tanaman. Irwan menyebutnya “busuk buah”, yaitu hama yang kerap menyerang tanaman kakao pada musim hujan.

Selain hama, pandemi Covid-19 lalu juga sempat memukul mundur industri produk cokelat siap saji milik Irwan.

“Bulan pertama (pandemi) itu kan menjelang puasa. Itu memang kita menurun sampai 80 persen. Tapi nggak lama, mungkin sekitar dua bulanlah itu. Sekarang sudah lumayanlah kembali (stabil) kan,” ujar Irwan, Sabtu (4/3/2023) sore.

Daftar menu Socolatte beragam, mulai dari Rp10 ribuan hingga Rp400 ribuan. (foto: dok FB Socolatte Aceh)

Saat ini, karyawan yang bekerja di Socolatte sudah mencapai sekitar 40-an orang. Irwan menambahkan, hingga kini hanya ada satu cabang resmi Socolatte, yaitu Socolatte Airport Outlet di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Aceh Besar. Kedai bandara itu baru dibuka beberapa bulan yang lalu.

Daftar menu Socolatte sendiri beragam, mulai dari Rp10 ribuan hingga Rp400 ribuan. Untuk detail menunya, bisa menjelajahi langsung di website resmi socolatteaceh.com atau dengan mengintip akun Instagram di @socolatte_official dan @socolatte.airport.

Ke depan, Irwan berharap para petani mulai merawat tanaman dan mengembangkan kembali budidaya kakao, mengingat besarnya potensi tanaman ini baik dalam skala lokal, nasional, maupun global.

“Dan juga kami dari pihak pelaku usaha industri tetap berkomitmen agar usaha kami terus berkembang lagi sehingga bisa memproduksi lebih banyak hasil olahan kakao. Dengan begitu dapat menampung tenaga kerja masyarakat dan juga para petaninya.”

Irwan menyadari, untuk membangun industri produk cokelat siap saji yang enak dan sehat seperti di Swiss misalnya, dibutuhkan usaha ekstra. Namun, mimpi seperti itu toh sah-sah belaka.

Setidaknya, industri cokelat olahan pertama dan satu-satunya di Aceh ini bisa jadi alternatif baru destinasi wisata bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Terutama sekali bagi para penikmat kuliner manis seperti minuman cokelat atau cokelat batangan.

Apalagi bagi masyarakat Amerika Serikat dan Eropa umumnya, cokelat adalah makanan penutup (dessert) alias hidangan yang mewah. Bahkan, sebagian penggemar garis keras (aficionados) kerap berkelakar bahwa cokelat adalah “agama” mereka.

Maka tak salah jika kemudian ahli tumbuh-tumbuhan (botanist) abad 18 asal Swiss, Carl Linneaus menjuluki kakao sebagai “food of the gods”; makanan para dewa. [Sammy Khalifa]

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist