MASAKINI.CO – Asap mengepul dari beberapa dandang stainless steel berukuran 40×45 centimeter itu. Aroma wangi memenuhi ruangan mini yang berada di bagian belakang warung kopi.
Tangan Muliadi (40) tak henti mengaduk-aduk makanan enak yang berada dalam dandang. Sebilah kayu di tangannya menjadi senjata andalan Muliadi bekerja. Sesekali ia kembali ke sebuah mesin yang sedang berputar. Ia menambah telur ke adonan itu.
Saat itu Muliadi sedang sibuk mengolah sele, adonan berwarna kuning itu kerap menjadi incaran masyarakat di pagi hingga malam hari.
Di wilayah Aceh Besar, tepatnya di tepi Jalan Banda Aceh – Medan, Samahani, Kecamatan Kuta Malaka terdapat satu warung kopi (warkop) yang terkenal dengan penganan manis nan legit.
Penganan itu menjadi salah satu kuliner yang telah dikenal seantero Provinsi Aceh. Namanya Roti Sele Samahani.
Berjarak 17 kilometer dari Kota Banda Aceh, pecinta kuliner dapat mengunjungi Warkop Dua Saudara, dan hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk tiba di lokasi. Di warkop itu lidah Anda akan dipuaskan oleh Roti Sele Samahani.
Muliadi berkisah ia mulai bekerja sebagai pengolah sele Samahani sejak puluhan tahun lalu. Saat warkop Dua Saudara pertama kali berdiri.
“Udah lama sekali, sekitar tahun 2000-an,” katanya kepada masakini.co, Minggu (5/3/2023).
Muliadi menjelaskan untuk proses memasak sele membutuhkan waktu lama. Penggilingan telur mencapai waktu 1 jam, sementara proses dimasak dalam dandang membutuhkan waktu 2 jam.
“Artinya per dandang membutuhkan waktu 3 jam,” jelasnya.
Untuk memperoleh kualitas terbaik dan rasa yang menggugah selera, menjadi PR penting Muliadi dalam mengolah penganan ini. Maka tak heran, roti sele asal Samahani itu menjadi penganan yang cukup populer di wilayah ujung pulau Sumatera ini.
Penganan yang dipadukan dengan roti tawar itu cocok disantap saat pagi hari ataupun malam hari. Apalagi, jika disandingkan dengan kopi membuat kudapan tersebut makin lengkap untuk disantap.

Tangan Muliadi dengan cekatan memotong roti-roti yang berada di dalam rak yang berukuran besar dan tinggi. Lelehan sele berwarna kuning pelan-pelan disapu ke roti beraroma gandum itu.
Ia menyebut dalam proses pembuatan sele bukan perkara asal jadi, tetapi harus memerlukan pemahaman yang mantap. Hal itu lantaran jika terdapat beberapa bahan yang kurang, langsung berimbas pada rasa dan teksturnya.
Untuk menghasilkan sele yang lezat dan memiliki cita rasa khas, proses pembuatannya dilakukan menggunakan beberapa bahan seperti telur ayam, tepung, santan, gula, dan pewangi makanan.
Dirinya saban hari memasak sele dalam jumlah banyak. Per dandang, kata Muliadi, membutuhkan 60 butir telur dan 15 kilogram santan serta menambahkan sebanyak 30 pack tepung jali dan pewangi makanan jenis vanili bubuk sekitar 7 pcs.
“Semua bahan itu, kecuali santan, dikocok selama satu jam agar tercampur rata,” sebutnya.
Ketika adonan telur telah mengembang, Muliadi akan memasukkan ke dalam dandang yang berisikan santan. Untuk memberikan warna kuning, ia menambahkan sedikit pewarna.
“Akan tetapi pewarnanya yang sehat dan tidak berbahaya,” tegas Muliadi.
Ia melakukan dengan dua putaran setiap harinya. Hal itu dikarenakan mereka hanya memiliki enam dandang, sementara setiap hari mereka membutuhkan 12 dandang persediaan sele.
Ia juga menyampaikan dalam proses memasak, adonan sele harus selalu diaduk agar tidak menggumpal. meskipun ia memasak sendiri, Muliadi mampu menangani proses memasak dari awal hingga akhir.
Asal Usul Roti Sele Samahani
Rori sele Samahani pada awalnya merupakan kudapan warung kopi lokal yang hanya dinikmati oleh masyarakat setempat saja. Kala itu penjualannya hanya ada di Samahani, dengan memberikan cita rasa yang khas menjadikan kudapan yang satu ini dikenal oleh masyarakat di seluruh Aceh.
Pemilik warung kopi Dua Saudara, Fauzan atau yang kerap disapa Yah Bit, menceritakan usaha warkop yang ia geluti tersebut berawal dari bisnis turun temurun keluarganya.
Kata Fauzan, usaha tersebut berawal pada tahun 2000 silam, kala itu usaha yang ia diteruskan hanya berawal dari warung kopi biasa.
“Sebenarnya ini usaha turun temurun namun saya kelola tahun 2000, mengenai kapan pertama kali ada saya juga tidak tahu,” kata Fauzan.
Seiring perkembangan waktu, kudapan roti sele ini telah dikenal seantero Aceh. Namun ia tidak menyangka jika produk roti sele ini bisa menjadi fenomenal sekarang.
Selain menyediakan roti sele di warkop miliknya, mereka juga mengembangkan kudapan lainnya yang berbahan dasar ketan yang juga disiram dengan lelehan sele.
Bahkan roti yang digunakan pun merupakan olahan produk dirinya sendiri. Berkomitmen untuk selalu mengedepankan kualitas dari roti selenya, Fauzan mengaku selalu menggunakan bahan-bahan yang aman dan tanpa pengawet.
Sehingga roti dari pabriknya ini selalu memberikan aroma gandum yang menggugah selera.
“Untuk rotinya sejak beberapa tahun lalu produksi sendiri dan diberi nama dengan nama aby bakery,” ujarnya Fauzan.
Sejak puluhan tahun sepak terjang usaha roti sele Samahani, jatuh bangun dari mulai merintis telah dirasakan Fauzan. Mulai dari keterbatasan membuka usaha saat konflik Aceh, juga kembali dirasakan saat pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk sampai ke Tanah Rencong.
“Sebelumnya kita buka warung kopi 24 jam, namun saat covid kami ubah waktu buka hanya sampai pukul 2 pagi,” sebut Yah Bit.
Kini usaha roti sele yang berlabel Samahani itu telah banyak menjamur di Aceh, tentu rasa yang ditawarkan memberikan sensasi yang berbeda.
“Kalau yang pertama kita tidak tahu siapa yang mulai, bahkan dulu di pasar ini ada tiga pedagang. Namun yang namanya bisnis siapa yang bertahan itu yang melegenda,” ujarnya.
Memiliki konsumen yang banyak, roti sele Samahani mampu menghabiskan 1000 roti pada hari kerja. Sementara pada hari Sabtu dan Minggu mampu habiskan hingga 2000 roti per hari.

“Rotinya dipasok setiap saat, oleh karena itu di pabrik tak boleh berhenti di produksi,” tukas Fauzan.
Fauzan mengaku dirinya tetap mempertahankan harga yang ramah di kantong meskipun bahan-bahan pokok serba naik. “Masih kita pertahankan walaupun harga barang naik, kadang-kadang banyak juga pelanggaran beli banyak itu ada diskonnya,” katanya.
Roti dan sele di Warkop Dua Saudara memiliki ketahanan yang lama. Jika dimasukkan dalam kulkas membuat sele tahan hingga beberapa bulan, sementara roti hanya mampu bertahan sampai empat hari.
“Asalkan jangan terkena air di selenya, itu sangat fatal karena dapat membuat cepat membusuk dan berubah warna,” ungkapnya.
Saat ini, Roti Sele Samahani menjadi kudapan primadona bagi kalangan wisatawan. Tak perlu membayar mahal, per bungkus roti ini dibanderol dengan harga Rp8 ribu sementara per porsinya di banderol dengan harga Rp5 ribu.
Menawarkan harga yang begitu terjangkau, wisatawan maupun pelintas di Jalan Banda Aceh – Medan tak sungkan memborongnya dalam jumlah yang banyak.
Sering dijadikan sebagai rest area, lanjut Fauzan, menjadikan warkop miliknya disinggahi wisatawan dari berbagai daerah.
Seperti yang dilakukan oleh seorang wisatawan asal Kabupaten Pidie, Nadia. Ia bersama keluarganya tak pernah melewatkan kudapan ini jika dalam perjalanan menuju Kota Banda Aceh.
Menurutnya, kudapan roti sele Samahani merupakan kudapan yang paling cocok dijadikan sebagai buah tangan saat berwisata ke Banda Aceh.
Menempuh jarak dari Pidie ke Aceh Besar, tak membuat dirinya melupakan kuliner itu. Selain manis dan enak, roti sele Samahani selalu menjadi daya tarik Nadia bersama keluarga untuk mencicipinya.
“Rasanya beda dari roti pada umumnya, yang di sini lebih gurih dan manisnya pas,” katanya.