Kisah Jejak Hindu di Masjid Tuha Indrapuri

Masjid Tuha Indrapuri. (foto: dok masakini.co)

Bagikan

Kisah Jejak Hindu di Masjid Tuha Indrapuri

Masjid Tuha Indrapuri. (foto: dok masakini.co)

MASAKINI.CO – Bangunan tua masih tampak megah itu berdiri di Desa Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Jika dilihat bangunan itu terdiri dari tiga tingkatan atap yang tersusun rapi.

Sesuai dengan usianya, nama dari bangunan ini disebut Masjid Tuha Indrapuri. Tuha disini berasal dari bahasa Aceh yang berarti tua. Sementara Indrapuri merujuk lokasi Masjid ini dibangun, yang juga konon memiliki arti Kuta Ratu.

Daerah yang berjuluk Serambi Mekkah memang banyak terdapat bangunan-bangunan bersejarah. Beragam kisah unik nan kelam dikemas dan dikaji masyarakat untuk kembali diedukasi kepada generasi muda.

Sama halnya Masjid Tuha Indrapuri ini, kini, jejak peninggalan sejarah itu dapat diziarahi oleh wisatawan untuk menikmati keindahan arsitektur masjid tersebut.

Meskipun jauh dari hiruk pikuk kota, Masjid Tuha Indrapuri kerap dikunjungi wisatawan lokal maupun wisatawan luar Aceh.  Saat hendak memasuki pekarangan masjid pengunjung disambut gapura besar yang melintang.

Sekitar 10 meter dari sisi kanan gapura itu terdapat parkir kendaraan roda dua maupun roda empat. Dalam areal masjid itu juga terdapat berbagai fasilitas lain seperti toilet dan tempat wudhu.

Pepohonan yang lebat di sekitarnya bikin teduh pengunjung serta jamaah yang hendak menunaikan ibadah di masjid tersebut.

Berbeda dari masjid pada umumnya, masjid ini berada lebih tinggi dari badan jalan, sehingga bagi pengunjung maupun jamaah harus menaiki sebelas anak tangga untuk sampai ke serambi masjid.

Dilengkapi dengan kolam berukuran 5×4 meter, yang berada tepat di depan tempat para jamaah menunaikan salat, kolam itu bertujuan untuk membasuh kaki jemaah yang akan menunaikan ibadah di dalam masjid.

Masjid Indrapuri ini masih tetap terjaga dengan nuansa tradisional yang dimilikinya. Mulai dari bentuk yang unik, masjid itu konon dibangun di atas bekas candi kerajaan Hindu di Aceh.

Serentetan sejarah masuknya Islam ke Aceh hingga candi Hindu yang sempat dihancurkan lalu menjadi masjid yang kini masih setia menemani warga setempat untuk beribadah.

Pengelola Masjid ini, Ismawardi menceritakan bangunan candi itu berawal dari kisah adik dari Putra Harsya dari India yang suaminya terbunuh dalam suatu peperangan yang dimenangkan oleh bangsa Huna pada tahun 604 Masehi, kemudian ia melarikan diri dari kerajaannya ke Aceh.

Sesampainya di Aceh, kala itu, ia mendirikan sebuah kerajaan yaitu Mesjid Tuha Indrapuri sekarang.

“Hal ini didasari fakta bahwa di dekat Indrapuri terdapat perkampungan orang Hindu, yaitu di kampung Tanoh Abei sekarang. Serta di sana banyak pula terdapat kuburan-kuburan orang Hindu,” kata Ismawardi, pada Kamis (23/3/2023) lalu.

Sambil merapikan peci yang ia kenakan, Ismawardi kembali melanjutkan ceritanya. Dia bilang konon pada tahun 700 Masehi, Islam mulai masuk di Aceh. Sekitar tahun 1618 Islam berkembang di Aceh dan saat itulah pura tersebut dihancurkan.

Kemudian di atas reruntuhan dibangun masjid oleh Sultan Iskandar Muda dan sampai sekarang masjid tersebut masih digunakan oleh penduduk sekitar untuk melaksanakan ibadah.

“Dan saat itulah lamuri ini dialih fungsikan oleh Sultan Iskandar Muda untuk dijadikan masjid,” ucapnya.

Suasana bagian dalam Masjid Tuha Indrapuri. (foto: dok masakini.co)

Masjid Tuha memiliki pekarangan luas 33.875 meter persegi dan ditutupi oleh dua tingkatan sekitar satu hingga dua meter. Di samping itu, bangunan ini memiliki tiga tingkatan atap seng, yang setiap tingkatannya menyerupai piramida yang menjadi ciri khas masjid dipengaruhi budaya Hindu.

Saat pembangunan masjid, Sultan Iskandar Muda memasang 36 tiang penyangga bersama penopang atap. Dari tiang tersebut masih terlihat beragam bentuk ukiran khas masa kerajaan kuno.

Ukiran dan arsitektur masjid tergolong unik, menurut Ismawardi hampir seluruh bangunan berkonstruksi kayu dengan beberapa khas ukiran Arab. Bahan bangunan masjid ini pun berupa beton dengan campuran kapur dan karang laut yang dihancurkan.

“Makanya dindingnya itu sangat kuat, sudah berabad-abad betonnya masih sangat tahan,” terangnya.

Ismawardi juga mengatakan bahwa candi atau benteng ini terdapat di tiga lokasi berbeda. Ketiga benteng ini dikenal dengan nama “Aceh Tiga Segi” atau “Aceh Lhee Sagoe”. Di Indrapuri, satu lokasi diperuntukkan bagi Ratu Arsya, dua benteng lain berada di pinggir laut sebagai tempat pertahanan.

Adapun kedua kerajaan lain berdiri di pinggir laut. Kerajaan itu terletak di Krueng Raya, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, yang disebut Indrapatra. Satu kerajaan lain bernama Indrapurwa. Kerajaan ini terletak di Gampong Lambadeuk, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar.

Masjid yang memiliki ragam khas peninggalan kuno ini memiliki daya tarik terhadap masyarakat sekitar dan bahkan bagi pencinta sejarah dari negara-negara lain. Salah satunya Malaysia.

Para penikmat sejarah dari negara sahabat itu tiap tahunnya selalu berdatangan untuk melihat dan mengenali lebih jauh seluk beluk masjid Tuha yang bernuansa Hindu tersebut.

“Hanya saja waktu pandemi sempat tertahan, tidak ada wisatawan luar yang berkunjung kesini, kalau sekarang sudah normal kembali,” ucapnya.

Di sini,  Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah (1884-1903) dinobatkan sebagai Raja Aceh. Ketika itu, masjid kuno ini menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Aceh sekaligus basis pertahanan pasukan.

Dan kini, jejak peninggalan sejarah itu dapat diziarahi oleh wisatawan untuk menikmati keindahan arsitektur masjid tersebut.

Meskipun Mesjid Tuha Indrapuri sudah dimasukkan sebagai Situs Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh. Dan ternyata pelaksaan salat tarawih dan salat ied masih berlangsung sampai saat ini.

Apalagi, saat salat tarawih dan salat ied, seluruh bagian dari masjid ini terisi penuh. “Tadi malam salat tarawih yang pertama, dan sangat banyak masyarakat sekitar yang melakukan ibadah di sini,” ujarnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist