MASAKINI.CO – Pemerintah telah melenyapkan sisa bangunan Rumoh Geudong yang menjadi salah satu tempat Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) tentara selama pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.
Rumah panggung khas Aceh yang terletak di Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, ini telah terjadi sejumlah pelanggaran HAM berat dalam kurun waktu 1989 sampai 1998.
Namun, sisa bangunan Rumoh Geudong diratakan tanah menyusul Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal berkunjung ke sana. Jokowi melakukan kick-off penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial pada Selasa 27 Juni 2023 mendatang di Rumoh Geudong.
Kick-off ini merupakan rangkaian agenda tim PPHAM, yang dibentuk lewat Keppres 17/2022 dan berlanjut pada pelaksanaan rekomendasi tim tersebut (Inpres 2/2023) dan Keppres 4/2023.
Sejumlah pihak mengecam dan menyayangkan sisa Rumoh Geudong dilenyapkan pemerintah yang mengklaim akan membangun mesjid di lokasi tersebut. Termasuk dari kalangan aktivis dan akademisi perempuan di Aceh.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, mengatakan tindakan meratakan sisa bangunan Rumoh Geudong itu patut disayangkan. Cara tersebut adalah langkah keliru yang dilakukan pemerintah.
Seharusnya pemerintah mendukung pembangunan memorialisasi yang melibatkan partisipasi korban pelanggaran HAM berat di Aceh. “Bukan menghancurkan, melainkan mendukung pembangunan memorialisasi yang melibatkan partisipasi korban, sehingga mampu menjelaskan narasi dan perspektif korban,” kata Riswati, Minggu (25/6/2023).
Senada dengan Riswati, sekretaris Pusat Studi Hukum dan HAM (PUSHAM) Universitas Syiah Kuala, Suraiya Kamaruzzaman, sangat menyangkan sisa bangunan Rumoh Geudong itu dilenyapkan.
Dia membeberkan Rumoh Geudong merupakan salah satu lokasi yang digunakan untuk penyiksaan sewenang-wenang oleh tentara terhadap masyarakat sipil yang diduga atau dituduh GAM (Gerakan Aceh Merdeka), bahkan mereka sampai tewas.
“Testimoni dari korban kepada lembaga HAM, juga ditemukan penyiksaan, pemerkosaan, dan kejahatan seksual lainnya terhadap perempuan di sana,” ujarnya.
Menurut Suraiya, keberadaan sisa-sisa Rumoh Geudong sangat penting untuk menjadi situs memorialisasi sebagai upaya merawat ingatan agar kasus serupa tak lagi terjadi di wilayah manapun di Indonesia.
“Juga sebagai bagian dari merawat perdamaian dan bentuk pemulihan korban,” jelasnya.