KKR Aceh: Masih Ada Rekomendasi Reparasi yang Belum Ditindaklanjuti

Tangga rumoh geudong

Bagikan

KKR Aceh: Masih Ada Rekomendasi Reparasi yang Belum Ditindaklanjuti

Tangga rumoh geudong

MASAKINI.CO – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, menegaskan hingga memasuki 18 tahun perdamaian Aceh masih ada sejumlah rekomendasi reparasi yang belum bisa ditindaklanjuti untuk pemenuhan hak korban.

Menurut Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya hal itu disebabkan karena belum adanya regulasi khusus tentang reparasi. KKR Aceh saat ini sedang menyiapkan draft mekanisme pelaksanaan reparasi untuk diserahkan pada Pemerintah Aceh sebagai konsep awal untuk dijadikan sebagai regulasi reparasi.

Regulasi reparasi untuk pemulihan dan pemenuhan hak korban tersebut merupakan bentuk pemajuan, perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap HAM.

Setiap korban yang mengalami kekerasan di masa lalu berhak mendapatkan pengakuan negara dan tindak lanjut pemulihan. Artinya korban yang telah didata KKR Aceh berhak memperjuangkan ke pemerintah.

ā€œJadi tidak mesti KKR yang harus menagih namun masyarakat yang didata oleh KKR itu juga berhak menagih secara aturan yang berlaku, apakah ke pemerintah kabupaten atau ke provinsi, sebab rekomendasi reparasi KKR Aceh juga sudah dikomunikasikan ke pemerintah kabupaten/kota sebagai wilayah pengambilan pernyataan pendataan,ā€ kata Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya pada masakini.co.

Masthur menyebutkan, dari total 5000 jumlah data korban yang diverifikasi KKR Aceh, pada tahun 2022 lalu hanya 235 korban yang telah mendapatkan realisasi reparasi mendesak melalui skema bantuan sosial (bansos), berupa pemberian uang tunai kepada masing-masing penerima hak Rp10 juta. Reparasi mendesak tersebut direkomendasikan sejak tahun 2019 yang lalu.

ā€œSaat ini Korban masih ada yang mempertanyakan apakah mereka mendapatkan haknya lagi. Tentu kami harus berkomunikasi dulu dengan pemerintah Aceh apakah nanti ada anggaran yang tersedia untuk giliran berikutnya atau memang yang sudah pernah mendapatkan dianggap cukup, walaupun saat direkomendasikan masuk kategori mendesak,ā€ ujarnya.

Ketua KKR Aceh, Mastur Yahya. (Riska Zulfira/masakini.co)

Demikian juga sisa dari total 5000 data tersebut, korban sering bertanya ke KKR kapan mereka akan mendapatkan giliran. Maka dari itu KKR Aceh menyiapkan konsep pelaksanaan reparasi melalui Pergub agar jelas semua kebijakan yang dilakukan Pemerintah Aceh.

Terkait dengan penyelesaian non yudisial Rumoh Geudong, kata Masthur belum termasuk pemberian keadilan bagi korban secara konprehensif, baru pemulihan terhadap korban. Namun demikian kebijakan tersebut telah menjadi tindakan positif meskipun tidak bisa dianggap penyelesaian akhir.

Presiden juga telah menegaskan bahwa kebijakan Non Yudisial sekarang tidak menegasikan proses Yudisial.

Dalam pandangan KKR, kata Masthur, sepatutnya bekas atau jejak bangunan Rumoh Gedong sebagai salah satu tempat peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut tetap dapat dikenali sebagai memorial. Tangga dan sumur harus tetap dipertahankan.

ā€œWalaupun hanya sedikit bekas bangunan rumoh geudong yang tersisa, kalau di lokasi tersebut nanti akan dibangun bangunan baru yang penting bermanfaat bagi ahli waris korban maupun masyarakat setempat dan pengunjung lainnya dikemudian hari,ā€ imbuhnya.

Kemudian Mastur menjelaskan, mengenai pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat Masa Lalu (Tim PPHAM) juga termasuk hal positif.

Apalagi Tim PPHAM mampu memberikan rekomendasi yang komprehensif dan sejalan dengan KKR yang diakui secara Internasional (transitional justice) terkait penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

ā€œPembentukan TPPHAM ini bekerja secara non yudisial, jika dari sisi pemulihan korban maka saya kira ini suatu yang positif dan tepat. Asal saja semua korban bisa dijangkau sesuai, kita bisa bantu bersama-sama,ā€ tutup Masthur Yahya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist