Menanti Pulang, Yang Hilang di Gelap Malam

Ilustrasi penculikan. (Foto: istockphoto.com)

Bagikan

Menanti Pulang, Yang Hilang di Gelap Malam

Ilustrasi penculikan. (Foto: istockphoto.com)

MASAKINI.CO – Rumahnya dikepung pria-pria bersenjata laras panjang. Wajah mereka dicat loreng. Menggedor-gedor pintu. Gaduh.

Perempuan itu masih menyusui anak, dua lainnya sudah lelap. Agar cemasnya sirna, ia bangunkan keduanya.

“Di mana suami kamu?” tanya seorang pria diantara kerumunan.

Perempuan itu masih ingat peristiwa yang dialaminya di Takengon tahun 2003 silam. Cemas keamanan, ia minta namanya disamarkan.

Jadi, Diyah bukan nama sebenarnya. Saat berbagi cerita, Diyah telah berusia 45 tahun. Pengalaman kelam itu terjadi persis usai dirinya melahirkan anak ketiga.

Dalam takut, Diyah menyimpan pertanyaan di batin. Kenapa suaminya dicari? apa kesalahan suaminya?

Lantas memilih tak menjawab pertanyaan kelompok itu. Ia tenang. Suaminya sedang tak di rumah.

Ketegangan masih berlangsung, suami Diyah tiba-tiba datang. Seketika diseret dan dibawa kelompok bersenjata diantara gelap malam.

“Apapun yang terjadi jaga anak-anak kita,” pesan suaminya. Itu kalimat terakhir yang dikenang hingga sekarang.

Dengan nada terbata-bata, Diyah menceritakan peristiwa penculikan suaminya. Ia dituduh terlibat Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Itu pertemuan saya terakhir dengan suami saya,” kata Diyah sambil mengusap air mata.

Hingga jelang 18 tahun perdamaian Aceh, Diyah masih bersikukuh suaminya hanya seorang petani kopi biasa. Bahkan ia tidak pernah melihat kegiatan suaminya yang menjurus ke anggota GAM.

Saat mentari pagi mulai menampakkan diri, Diyah langsung mendatangi rumah-rumah tetangga. Namun sayangnya, kehadirannya selalu ditolak masyarakat sekitar.

Tetangga mulai menjauhi Diyah beserta keluarga. Situasi itu membuatnya semakin sedih. Malapetaka datang bertubi-tubi pada dirinya.

“Saya dijauhi sama masyarakat, mereka tidak berani bergaul dengan saya,” kenang Diyah.

Saban hari, dirinya mendatangi pos-pos TNI di Takengon. Mencari suaminya. Upaya yang tak pernah berhasil.

“Suami kamu itu anggota GAM, itu-itu terus yang diulang,” ucap Diyah mengulang pernyataan aparat.

Diyah gagal membendung air mata. Kala menceritakan keprustasiannya.

“Akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke tempat orang tua kandung untuk merawat anak-anak,” ucapnya.

Tiga tahun berselang. Kabar duka datang. Tetangganya di Takengon mengabarkan, jasad suaminya telah ditemukan. Ia kembali ke kampung halaman memastikan jenazah.

Ilustrasi penculikan.(freepik.com)

Tapi waktu, membuat tubuh sulit dikenali. Walau tak sepenuhnya yakin, Diyah tetap rajin ziarah.

“Benar atau tidak, akan tetapi tiap kali berziarah, saya bawa anak-anak ke kuburan itu,” sebutnya.

20 tahun berlalu. Pada anak-anaknya, Diyah masih merahasiakan cerita kepergian suaminya. Agar dendam tak menyala.

“Saya memilih tidak bercerita kepada mereka, karena untuk menjaga psikologi anak,” ucapnya.

Sambil berjuang membesarkan anak-anaknya, Diyah berharap pemerintah memperhatikan nasib keluarga korban pelanggaran HAM.

Jauh dari lubuh hati terdalam, ia masih menanti suaminya pulang.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist