MASAKINI.CO – Ribuan karung beras tersusun rapi. Aktivitas di kompleks pergudangan Bulog kantor wilayah Aceh sangat ramai.
Sejumlah laki-laki muda hingga paruh baya terlihat sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka memanfaatkan punggungnya untuk mengangkut beras agar dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Sekali jalan, mereka mampu mengangkut hingga empat karung di punggungnya. Di ujung jalan, mereka dibantu pekerja lain untuk menurunkan, sama halnya dibantu saat diletakkan di pundak maupun punggung kuli panggul.
Truk pengangkutpun terlihat hilir mudik di pekarangan komplek. Pasalnya beras itu akan dikirim ke berbagai daerah di Aceh.
Meskipun sejak beberapa bulan lalu harga beras melonjak naik, permintaan masyarakat tetap normal seperti biasa.
Meski El Nino mengancam tingkat produksi, akan tetapi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Kanwil Aceh memastikan persediaan beras hingga akhir tahun 2023 ini tetap tercukupi.
Hal itu disampaikan Plt Pemimpin Bulog Kanwil Aceh, Hafizhsyah kepada masakini.co, pada Selasa (19/9/2023).
Ia menyebutkan saat ini di gudang Bulog wilayah Aceh tersedia sebanyak 18.500 ton beras, dan jumlah itu akan kembali bertambah dalam waktu dekat.
“Kita akan kembali menerima beras impor dari Vietnam sekitar 6 ribu ton, dan 12 ribu ton lainnya pada akhir tahun,” katanya.
Sementara jika dilihat pada periode akhir 2022 hingga tahun 2023 perum Bulog Aceh menerima sebanyak 55.514 ton beras impor dari negara Thailand dan Vietnam.
Beras impor itu katanya, terus diintensifkan kepada seluruh masyarakat Aceh melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) kepada pengecer guna untuk meredam gejolak harga beras.
Hafizhsyah menerangkan pihaknya menyalurkan kepada 517.551 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Artinya sebanyak 5.100 ton beras digelontorkan setiap bulannya mulai September, Oktober dan November.
“Jika pengecer menebus beras ke gudang dengan harga Rp10.250 ribu dan dijual ke konsumen Rp11.500 atau Rp57.500 per 5 kilogram,” imbuhnya.

Produksi Beras di Aceh Menurun
Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat angka produksi beras di Aceh mengalami penurunan produksi pada tahun 2022 jika dibandingkan pada tahun 2021.
Tahun 2021 produksi beras di Aceh berdasarkan kabupaten/kota sebanyak 941.688 ton. Sementara tahun 2022 memproduksi hanya 869.572 ton.
Artinya ada penurunan produksi sebanyak 7,66 persen. Jika dilihat pada tahun periode 2022 hingga 2023, angka yang keluar masih menjadi potensi.
Berdasarkan data BPS produksi beras di Aceh periode Januari hingga April 2022 hingga 2023 ada tiga daerah penghasil beras terbesar.
Daerah itu meliputi Aceh Utara. Dimana pada periode Januari-April 2022 memproduksi 69.373 ribu ton dan mengalami penurunan pada periode Januari-April 2023 turun menjadi 43.295 ribu ton.
Kemudian wilayah Pidie, pada periode Januari-April 2022 memproduksi 56.905 ribu ton dan mengalami kenaikan pada periode yang sama tahun 2023 menjadi 67.682 ribu ton.
Lalu untuk wilayah penyumbang terakhir ada di Aceh Besar. Di wilayah itu pada periode Januari-April 2022 memproduksi 55.226 naik pada periode yang sama 2023 menjadi 55.642 ribu ton.

Thailand Penyumbang Beras Impor Terbesar di Aceh
BPS Aceh mencatat Thailand menjadi penyumbang terbesar beras impor. Negara itu mengimpor beras ke Aceh sekitar 63 persen dengan nilai 7,19 juta dolar Amerika.
Statistisi Ahli Madya BPS Aceh, Yan Yan Gustiana menyebutkan nilai impor di Aceh pada Agustus 2023 senilai 11,19 juta dolar Amerika atau naik sebesar 5,76 persen dibandingkan Juli 2023.
“Nilai impor beras Juli hingga Agustus secara m-t-m ada kenaikan 102,86 persen sementara dari sisi volume kenaikannya 102,15 persen,” katanya.
Terkait kuota impor beras untuk konsumsi publik, kata Yan Yan ditetapkan dalam Rakortas (Rapat Koordinasi Terbatas) dengan presiden.
“Perlu dipahami bahwa beras impor yang masuk ke Aceh belum tentu digunakan atau dikonsumsi oleh Aceh saja. Mungkin karena kedekatan geografis untuk meminimalkan biaya transport,” jelasnya.
Akibat dampak El Nino yang terjadi di Aceh sehingga berpengaruh terhadap penghasilan panen padi di setiap daerah.
Maka BPS Aceh merekomendasi masyarakat untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada untuk tambahan cadangan pangannya.
“Tidak harus berupa padi namun beralih dengan komoditas pengganti seperti jagung, ubi, kentang, talas sesuai potensi jenis lahan yang dikuasai,” imbuhnya.