Menanti Laba Cabai Usai Anjlok Harga

Petani menanam cabai rawit di Kampung Tingkem Bersatu, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah.(Syah Antoni/masakini.co)

Bagikan

Menanti Laba Cabai Usai Anjlok Harga

Petani menanam cabai rawit di Kampung Tingkem Bersatu, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah.(Syah Antoni/masakini.co)

MASAKINI.CO – Aida Fitri mencabut rumput yang mengepung bibit cabai rawitnya. Gulma turut disapu bersih dari bedengan.

Di lahan seluas 25×25 meter, sebulan lalu ia menyemai puluhan ribu biji cabai rawit yang ia dapat dari kebun miliknya.

Kini biji-biji tersebut tumbuh subur jadi bibit siap tanam. Aida Fitri tersenyum lebar musim ini.

Hampir 100 persen semaiannya tumbuh sesuai asa. Biji-biji itu ia kumpulkan saat harga cabai turun beberapa bulan lalu.

Musim panen terakhir, ia terpaksa menelan kecewa, harga cabai hanya Rp5 ribu per kilogram. Dari pada menjual murah hasil panen, Aida memilih membenihkannya.

Lahan di belakang rumah disulap menjadi tempat pembenihan cabai rawit. Bukan kali pertama. Ini kesekian kalinya ia mengumpulkan hasil panen untuk dibenihkan saat harga terjun bebas.

“Hitung-hitung membantu memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari kian meningkat. Lumayan buat usaha sampingan selain bertanam palawija dan berkebun kopi. Inflasi cukup membuat sulit petani seperti kami,” kata Aida pada masakini.co.

Untuk penjualan, pembeli dapat memilih sendiri bibit yang dirasa bagus dan berkualitas. Maka itu, Aida sangat menjaga kualitas bibit-bibit cabai rawitnya.

Bibit yang akan disemai harus melalui proses seleksi. Biasanya buah berukuran besar dipilih. Selain ukuran, buah harus terbebas dari penyakit berbahaya seperti antranoksa dan keriting bule.

Perawatan ekstrapun dilakukan. Mulai dari pemupukan untuk keseragaman tumbuh bibit serta penjagaan tanaman dari gangguan ulat ataupun hewan peliharaan seperti ayam dan bebek. Bibit yang tumbuh seragam, kata Aida akan memudahkan penjualan.

“Bila tidak seragam. Pembeli hanya memilih bibit bagus saja. Yang tidak bagus diabaikan. Ibarat menjual alpukat, buah yang besar dan mulus pasti laku duluan. Sisanya sulit laku. Jika semua buah yang dijual kualitasnya bagus, pasti langsung dibeli tanpa menyortir lebih dahulu,” ungkapnya.

Wanita paruh baya itu mematok harga Rp100 per bibit. Ia memperkirakan, kali ini sekitar lima puluh ribuan lebih bibit disemainya. Bila berhasil terjual setengahnya saja, dirinya bisa meraup laba kotor sekitar dua setengah juta rupiah. Nominal tersebut dirasanya cukup membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Bibit cabai rawit siap tanam.(Syah Antoni/masakini.co)

Tanaman Wajib Petani Kopi

Sebagian besar petani kopi di dataran tinggi Gayo menanam cabai rawit. Menurut Aida, kondisi itu memudahkannya menjual benih.

Biasanya sebelum bibit memasuki umur tanampun sudah banyak yang memesan.

Selain tanaman buah, rata-rata petani kopi menjadikan cabai rawit sebagai tanaman tumpang sari kopi Arabika.

Hal tersebut kata Aida, karena perawatan cabai rawit yang cukup simpel dibanding tanaman palawija lain. Bahkan bisa berbuah sekalipun tanpa pupuk. Cukup membersihkan saja gulma yang menganggu perakaran tanaman.

Selain itu, petani menanam di kebun kopi karena umur cabai lebih panjang. Bahkan produktif sampai usia 2 tahun.

Apalagi dipengaruhi naungan kopi seperti petai Cina atau lamtoro. Daun lamtoro mengandung nitrogen serta nutrisi yang bagus bagi perkembangan batang, daun dan pertumbuhan tunas cabai.

Saat memasuki musim hujan bulan september hingga akhir tahun nanti, ramai petani membeli bibit cabai rawit. Menanam cabai rawit saat musim hujan kata Aida, mampu mengurangi risiko mati.

“Penjualan biasanya meningkat saat musim penghujan tiba. Karena itu, waktu penanaman biasanya disesuaikan, agar siap jual saat musim penghujan tiba,” kata Aida.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist