Transisi Energi Terbarukan, Bagaimana Nasib Energi Fosil?

PLN memanfaatkan tenaga surya untuk menghasilkan listrik di Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan. (Dok PLN)

Bagikan

Transisi Energi Terbarukan, Bagaimana Nasib Energi Fosil?

PLN memanfaatkan tenaga surya untuk menghasilkan listrik di Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan. (Dok PLN)

MASAKINI.CO – Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2060 akan mencapai target Net Zero Emission (NZE) atau netralitas karbon sesuai dengan perkembangan sektor energi. Pada tahun tersebut, diproyeksikan kebutuhan listrik di tanah air mencapai 1.942 TWh dengan konsumsi listrik per kapita sebesar 5.862 kWh/kapita.

Menuju target NZE itu, masih perlu dan pentingkah energi fosil saat ini?

Kementerian Energi Dan Sumber Daya MIneral (Kementerian ESDM) menyatakan bahwa penggunaan energi fosil untuk mencukupi kebutuhan energi masyarakat tetap diperlukan saat memasuki periode transisi menggunakan gas bumi sebelum pada akhirnya menggunakan energi terbarukan.

Energi terbarukan telah terbukti ramah lingkungan dioptimalkan hingga terwujud NZE sesuai target tahun 2060.

Penggunaan energi fosil ini mempertimbangkan tiga faktor yakni ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan.

“Kementerian ESDM akan tetap menggunakan energi fosil sebagai sumber energi sementara, selama masa transisi menuju NZE di Indonesia. Kita tidak hanya membahas lingkungan, tapi kita juga perlu mempertimbangkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra dalam keterangannya diperoleh masakini.co, Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Mirza menjelaskan saat ini energi fosil seperti minyak dan gas bumi, batu bara dijadikan sebagai sumber energi di sektor transportasi maupun sebagai bahan bakar pembangkit sementara sebelum tergantikan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

“Gas bumi sebagai energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi dan batu bara, juga dapat dimanfaatkan sebagai energi transisi sebelum beralih 100% ke Energi Terbarukan di sektor transportasi dan juga pada pembangkit listrik,” ujarnya.

Ia juga menerangkan, secara umum transisi menuju emisi nol bersih memerlukan perubahan yang dapat dikategorikan ke dalam empat pilar yaitu peningkatan intensitas energi yang membantu mengurangi biaya transisi; dekarbonisasi pembangkit listrik untuk mengurangi emisi langsung di sektor ketenagalistrikan; peralihan ke bahan bakar rendah emisi pada penggunaan akhir dan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) yang mengurangi emisi dari industri yang emisinya sulit dikurangi.

“Mewujudkan target net zero emisi memerlukan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, termasuk institusi dan lembaga termasuk dengan akademis dan kalangan industri terkait melalui kolaborasi yang kuat,” terangnya.

Ia meyakini dengan adanya kolaborasi maka dapat dicapai dampak yang lebih besar dalam mengurangi emisi dan bergerak menuju net zero emission.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist