MASAKINI.CO – Badan Standarisasi Nasional (BSN) kembali menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk dua ternak lokal asli Aceh. Kedua jenis ternak tersebut adalah Bibit Kerbau Simeulue dengan nomor SNI 8292-5:2023, Bibit kerbau – Bagian 5: Simeulue, yang dalam bahasa Inggris berjudul Buffalo standard – Part 5: Simeulue.
Selanjutnya, Bibit Kerbau Gayo dengan nomor SNI 8292-6:2023, Bibit kerbau – Bagian 6: Gayo, yang dalam bahasa Inggris berjudul Buffalo standard – Part 6: Gayo.
“Pada 14 November lalu BSN telah menetapkan SNI untuk Bibit Kerbau Simeulue dan Bibit Kerbau Gayo. Dengan ditetapkannya SNI untuk kedua plasma nutfah asli Aceh ini, maka ternak lokal Aceh yang telah mempunyai standar, hingga saat ini sudah 3 rumpun ternak lokal Aceh, karena pada 2022 lalu BSN telah lebih dulu menetapkan SNI untuk Bibit Sapi Aceh,” ujar Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran, Kamis (7/12/2023).
Dia menyebut pada 2022 lalu, BSN telah menetapkan revisi SNI Bibit Sapi Aceh dengan nomor SNI 7651-3:2022, Bibit sapi potong – Bagian 3: Aceh, yang dalam bahasa Inggris berjudul Beef Cattle Standard – Part 3: Aceh, merupakan revisi dari SNI 7651-3:2020, Bibit sapi potong – Bagian 3: Aceh.
Zalsufran mengungkapkan, perjuangan Pemerintah Aceh untuk mendapatkan pengakuan SNI ini cukup panjang dan tidak mudah. Sejak 2014 dan 2017, Pemerintah Aceh melalui Disnak sudah mengajukan penetapan rumpun ternak kerbau Simeulue dan rumpun ternak kerbau Gayo, dan telah mendapatkan pengakuan melalui Keputusan Menteri Pertanian sebagai salah satu rumpun ternak Asli Lokal Indonesia.
“Alhamdulillah, perjuangan tersebut membuahkan hasil di tahun ini, dengan ditetapkannya SNI untuk kedua bibit kerbau tersebut. Pemerintah Aceh melalui Disnak selalu konsisten menjaga keberlangsungan budidaya ternak lokalnya. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan SNI. Penilaian-penilaian terhadap sifat kuantitatif dan kualitatif setiap tahunnya dilakukan untuk mendapatkan nilai standar yang sesuai,” ungkap Zalsufran.
Dia menjelaskan, Aceh sangat memerlukan kehadiran plasma nutfah kerbau Gayo dan kerbau Simeulue karena keduanya merupakan bibit ternak yang unggul. Pelestarian plasma nutfah diharapkan dapat memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat dan memastikan ketersediaan pangan sumber protein hewani di Aceh.
“Dengan langkah ini, kita optimis dapat memperbaiki manajemen dan pemeliharaan ternak, serta meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat Aceh melalui pemeliharaan hewan ternak yang berkualitas dan unggul,” kata Zalsufran.
Dia menambahkan SNI untuk kerbau Simeulue dan kerbau Gayo dapat memberikan kontribusi positif karena akan membantu mengatur pemilihan dan pemeliharaan bibit kerbau Simeulue dan kerbau Gayo. Hal ini dapat meningkatkan kualitas genetik dan kesehatan ternak, yang akan memperbaiki produktivitas peternakan.
“Dengan SNI, bibit kerbau Simeulue dan kerbau Gayo dapat dikelola dan dipelihara dengan baik, sebagai bagian dari upaya perlindungan dan pelestarian karakteristik genetik unik dari varietas ini,” ujar Zalsufran.
“Oleh karena itu, kami mengajak para pemangku kebijakan untuk memanfaatkan SNI ini sebagai acuan dalam memilih bibit kerbau yang baik dan sesuai standar, sehingga plasma nutfah ternak lokal yang ada di Aceh tetap terjaga dan terlestarikan,” pungkas Zalsufran.