19 Tahun Tsunami Aceh, Duka Belum Sirna

Peziarah mendoakan para syuhada di kuburan massal Siron, Aceh Besar. (Riska Zulfira/masakini.co)

Bagikan

19 Tahun Tsunami Aceh, Duka Belum Sirna

Peziarah mendoakan para syuhada di kuburan massal Siron, Aceh Besar. (Riska Zulfira/masakini.co)

MASAKINI.CO – Memperingati 19 tahun tsunami Aceh, ribuan peziarah berdatangan ke kuburan massal korban tsunami di Desa Siron, Kabupaten Aceh Besar, Senin (26/12/2023).

Amatan masakini.co, para peziarah mulai mendatangi kuburan massal sejak pagi hari. Mereka umumnya pergi bersama keluarga besarnya. Peziarah ini terpantau terus berdatangan secara bergantian hingga siang hari.

Di kuburan massal tersebut, peziarah duduk di hamparan rumput sembari berdoa dan membaca ayat Al Quran. Ada juga yang menabur bunga di atas batu di kompleks makam tersebut.

Para peziarah mendoakan keluarga dan kerabat mereka yang jadi korban tsunami yang hingga saat ini jasadnya tak ditemukan. Lantunan zikir terus bergema di kuburan massal.

Eni, warga Kota Banda Aceh mengaku saban tahunnya mendatangi kuburan massal Siron. Ia yang telah kehilangan kedua anaknya akibat gempa dan tsunami.

Eni yang saat itu usia kandungannya tiga bulan telah mengalami peristiwa traumatis. Meskipun jasad sang anak tak pernah ditemuinya, Eni yakin kedua anaknya dimakamkan di pemakaman Siron. “Naluri seorang ibu ya,” kata Eni kepada masakini.co.

Eni menceritakan, saat musibah gempa dan tsunami kedua anak laki-lakinya masih berusia dini, 6 dan 7 tahun. “Mungkin kalau sekarang anak saya sudah berumur 28 dan 26 tahun,” cerita Eni dalam isak tangisnya.

Kala itu, ia bersama keluarga masih tinggal di Desa Punge Blang Cut, karena trauma akhirnya, ia memutuskan untuk pindah ke Krueng Barona Jaya.

“Kami menyaksikan bagaimana tsunami itu terjadi,” kata Eni.

Meskipun mengalami kejadian maha dahsyat itu, beruntungnya kandungan Eni baik-baik saja. Dengan berlumuran darah, Eni dibantu iparnya diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani proses perawatan.

“Itu jadi sebuah hikmahnya, kandungan saya tidak apa-apa padahal saat kejadian saya tersangkut di atas pohon,” cerita Eni.

Dengan berlinang air mata, Eni menyebutkan nama anak ketiganya diberi nama dari gabungan kedua anaknya yang telah dibawa tsunami. “Itu bisa jadi sebagai pengingat,” tuturnya.

Kejadian itu, menyisakan duka bagi Eni. Ia berharap Aceh dapat lebih aman dari bencana. Perempuan yang tak ingin disebut nama lengkapnya itu, meyakini bencana tsunami merupakan teguran dari Allah.

“Kita juga harus lebih menginstropeksi diri, bermunajat kepada Allah, agar musibah seperti ini tak terulang lagi,” harapannya.

Seorang peziarah kuburan massal tsunami Siron, Aceh Besar, Yeni Warti. (Riska Zulfira/Masakini.co)

Peziarah lainnya, Yeni Warti, seorang warga Banda Aceh beretnis Buddha. Ia mengaku telah kehilangan tiga anggota keluarganya seperti ayah, kakak dan adik Yeni.

Saat kejadian, Yeni sedang tidak berada di Banda Aceh melainkan di Kalimantan. Tak bisa mengelak dari maut, ketiga anggota keluarganya dibawa arus tsunami.

“Kami sangat sedih, maka kami selalu berziarah ke sini saat peringati tsunami,” sebut Yeni.

Yeni menuturkan, kejadian itu tak disangka-sangka, bahkan ia baru menerima kabar setelah seminggu bencana.

“Ini tidak bisa dibayangkan, tanpa disangka-sangka keluarga saya hilang, tapi kami sudah mengikhlaskan,” imbuh Yeni.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist