MASAKINI.CO – Kepulan asap semerbak dengan wangi rempah-rempah saat memasuki pekarangan Meunasah Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar.
Di sana, lima pria tampak mengaduk berbagai campuran rempah menggunakan tongkat panjang.
Dengan kompak, mereka menyiapkan kuliner tradisional untuk berbuka puasa warga sekampung. Ie bu peudah (bubur pedas) namanya.
Ie bu peudah merupakan penganan unik yang hanya ditemui saat Ramadan tiba dan hanya ada di Aceh Besar.
βTiap tahun kami masak ie bu peudah,β ujar Awi kepada masakini.co, Sabtu (16/3/2024).
Di tengah kepulan asap perapian, mereka mengaduk secara bergantian. Sementara lainnya menyiapkan air dan menjaga api agar tetap menyala.
Ie bu peudah di Gampong Bueng Bak Jok ini dimasak dalam belanga besar yang terbuat dari semen beton yang berkesinambungan dengan tungku dari semen pula.
Di bawahnya kayu api membara.
Kata Awi, mereka memasak ie bu peudah per kelompok yang terdiri dari lima hingga enam orang.
βJadi setiap hari ganti-ganti kelompok,β sebut Awi sembari mengaduk ie bu peudah.
Usai Zuhur, Awi bersama rekannya mulai mempersiapkan rempah dan mencuci beras yang akan dijadikan ieΒ bu peudah.
Awi menjelaskan bahwa kuliner itu telah ada sejak zaman Kesultanan Aceh. Bahkan dimasak secara turun temurun oleh orang tua di desa itu.

βSaat kami kecil sudah ada,β katanya.
Makanan kaya cita rasa itu, disajikan dengan 44 jenis rempah dan dedaunan yang didapatkan dari hutan.
Bukan sembarang orang, pencari dedaunan juga harus ahli dalam mengenal jenis dedaunan.
Namun sayangnya Awi tak termasuk dalam kelompok pencari rempah. Ia hanya mengerti cara memaksa dan menakar agar rasa ie bu peudah jadi lebih gurih.
Sementara rempah yang digunakan telah ditumbuk atau dihaluskan sebelum bulan Ramadan.
βJadi tinggal racik saja,β ucapnya.
Di samping itu, Wahidin ditugaskan untuk mencari dedaunan di hutan bersama tiga orang lainnya.
Mereka pergi ke hutan sebelum masuk bulan Ramadan. Hanya butuh waktu setengah hari, warga dapat menemukan aneka jenis daun tersebut.
βKita cari di bukit Blang Bintang,β ujarnya.
Sebagian jenis daun yang digunakan untuk memasak ie bu peudah sudah langka, sehingga lebih susah untuk ditemukan.
Akan tetapi, untuk menjaga tradisi, memasak ie bu peudah tetap harus dijaga dengan dedaunan seadanya. Yang penting diyakini memiliki manfaat dan mempunyai khasiat sebagai obat.
βJadi tidak semua nama daunnya kita tau,β ungkap Wahidin.

Ia menyebutkan, rempah yang digunakan saat memasak ie bu peudah yakni, jahe, daun tongkat ali, titahe, rebung kala, kunyit, daun teubalek angen, cabai, mata ulat, bangau, 1 kilo garam, beras 15 kilogram dan 25 kelapa.
Keseluruhan rempah yang telah ditemukan akan melalui proses pengeringan dan kemudian di haluskan menggunakan jeungki (alat penumbuk tradisional Aceh).
βBiasanya yang lakukan ibu-ibu,β tambahnya.
Menariknya, pembuatan ie bu peudah di Gampong Bueng Bak Jok menggunakan beras hasil dari sawah waqaf masjid. Artinya bahan baku beras yang digunakan tidak dibeli sama sekali.
βJadi tidak dikeluarkan uang sepersen pun, semua ada secara sukarela,β tuturnya.
Tak terasa waktu azan ashar hampir tiba. Warga mulai berdatangan.
Awi bersama pemuda lainnya mulai membungkus ie bu peudah ke dalam kantong plastik. Meskipun masih dalam kondisi panas Awi membungkusnya dengan lihai.
βKita tidak membatasi orang dari kampung lain juga bisa mengambil di sini,β terangnya.
Bagi yang memakan ie bu peudah dipastikan membuat tubuh lebih bugar setelah berpuasa seharian.