Terlilit Utang Kampanye, Awal Mula Korupsi Beasiswa Pemerintah Aceh

Sidang pemeriksaan saksi mahkota, Suhaimi dalam kasus korupsi beasiswa di pengadilan Tipikor Banda Aceh | Riska Zulfira/masakini.co

Bagikan

Terlilit Utang Kampanye, Awal Mula Korupsi Beasiswa Pemerintah Aceh

Sidang pemeriksaan saksi mahkota, Suhaimi dalam kasus korupsi beasiswa di pengadilan Tipikor Banda Aceh | Riska Zulfira/masakini.co

MASAKINI.CO – Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menghadirkan Suhaimi sebagai saksi mahkota dalam sidang lanjutan perkara korupsi beasiswa Pemerintah Aceh.

Suhaimi merupakan terdakwa dalam perkara yang bertalian dengan mantan anggota DPR Aceh, Dedi Safrizal. Suhaimi didakwa bersama Dedi dalam kasus bantuan biaya Pendidikan di BPSDM Aceh Tahun 2017 melalui pokok pikiran Dedi Syafrizal.

Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh. Majelis hakim diketuai Zulfikar didampingi Harmi Jaya dan Anda Ariansyah, Kamis (6/6/2024).

Dalam fakta persidangan, Suhaimi mengaku telah mengenal Dedi Safrizal sejak masih duduk di bangku SMA. Kepada hakim Suhaimi mengatakan bahwa mereka sering berdiskusi hingga akhirnya berujung pada pengusulan bantuan biaya pendidikan atau beasiswa.

Dalam hal ini, ia mengungkapkan bahwa terdakwa Dedi Safrizal terlilit utang kampanye sebanyak Rp4 miliar saat pencalonan dulu. Akhirnya terpikirkan bahwa dana pokok pikiran (Pokir) Dedi Safrizal bisa dijadikan sebagai solusi dalam bentuk program beasiswa pendidikan.

Menurut mereka saat itu, program bantuan beasiswa ini dianggap bisa membayar utang Dedi jika telah dilakukan pemotongan terhadap penerima beasiswa.

“Jadi kami berfikir kita bantu mahasiswa, mahasiswa dapat bantu kita, maksudnya dari pemotongan beasiswa tersebut,” kata Suhaimi.

Selain itu, ia juga menceritakan, kondisi Dedi yang terlilit utang kampanye juga diketahui korlap lainnya, Munazir. Karena ia melihat penagih utang kerap mendatangi rumah Dedi.

Sebagai koordinator lapangan pada Pokir tersebut, Suhaimi berperan untuk mengumpulkan nama dan data mahasiswa yang kemudian diserahkan ke Bappeda dan PLSDM. Ia menyebutkan mengusulkan sekitar 90 lebih nama calon penerima beasiswa.

“Dan nama yang saya usul itu semua cair uang beasiswa,” ujarnya.

Sebelum uang beasiswa cair, Suhaimi sudah memberi tahu penerima beasiswa bahwa uang tersebut dipotong 50 persen. Rupanya dari total potongan tersebut pihaknya hanya memperoleh Rp1 miliar sehingga tak mencukupi utang Dedi.
Kemudian kesepakatannya berubah dari yang awalnya penerima beasiswa S1 mendapatkan Rp20 juta hanya mendapat Rp5 juta saja.

“Jadi per mahasiswa S1 dipotong Rp15 juta,” sebutnya.

Sementara bagi Suhaimi sendiri, ia hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp30 juta. Padahal perjanjian awal ia menerima Rp1 juta per mahasiswa.

“Akan tetapi karena uang itu tak mampu menutupi utang Dedi, saya terpaksa ambil Rp30 juta saja,” pungkasnya.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist