MASAKINI.CO – Pada Oktober 2022 di Yogyakarta jadi tonggak sejarah penting bagi tradisi Dikee Pam Panga asal Aceh Jaya, Aceh. Kesenian itu ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Penetapan ini memberikan semangat baru bagi masyarakat dan pemerintah setempat untuk melestarikan budaya yang kaya ini agar tidak hilang seiring kemajuan zaman.
Apa itu Dikee Pam Panga?
Dikee Pam Panga adalah seni yang memadukan lantunan zikir dengan gerakan tangan sambil merebahkan badan.
“Dikee” berarti ‘zikir’, “pam” berarti ‘merebahkan badan’, dan “panga” merujuk pada kawasan di Aceh Jaya.
Tradisi ini diciptakan oleh seorang ulama setempat, Tengku Hamzah, sebagai media untuk syiar Islam atau dakwah. Seiring berjalannya waktu, Dikee Pam Panga juga berkembang menjadi bagian dari kesenian.
Setelah wafatnya Tengku Hamzah pada 1978, tradisi ini sempat meredup. Meskipun demikian, beberapa kelompok seni di desa-desa masih terus melestarikannya, terutama saat perayaan Maulid Nabi.
Dikee Pam Panga dimainkan oleh 16 laki-laki yang dipimpin oleh dua radat atau syekh pelantun syair. Awalnya, syair yang digunakan berbahasa Arab, tetapi kini banyak yang dimodifikasi dengan campuran bahasa Aceh.
Uniknya, Dikee Pam Panga ditampilkan tanpa iringan alat musik. Sebagai gantinya, tepukan tangan dan pukulan dada para pemain menjadi nada pengiring.
Gerakan tangan dalam Dikee Pam Panga terdiri dari 16 likok, namun saat ini yang sering dimainkan adalah delapan likok.