MASAKINI.CO – Apa Soi. Itu panggilannya. Nyaris setiap perjalanan tim sepakbola PON Aceh, pria paruh baya ini selalu ada.
“Meskipun saya sopir, saya sangat senang terlibat dengan anak-anak PON,” kata pria bernama asli Husaini ini pada masakini.co.
Rasa gembira itu disalurkan dengan merawat bus, dan menjaga kebersihannya. Maksud hati, agar seluruh penumpang spesialnya itu nyaman.
Walau mulai berusia senja, tak jarang dia turut mengangkat barang para pemain.“Suatu kebanggaan untuk saya,” sebutnya.
Tapi di balik peluhnya itu, pria kelahiran 1971 tersebut punya harapan yang besar, “mereka pemain harus serius dan tak boleh sia-siakan kesempatan.”
Siang itu. Saya duduk di sampingnya. Dalam perjalanan dari Asrama Haji Banda Aceh menuju Lapangan Sintetis Kompleks Stadion Harapan Bangsa (SHB), Apa Soi berbagi cerita.
“Kali pertama saya bawa anak-anak bola saat Safrizani dan Riza Fandi latih PSAP Sigli, di Liga 3 Aceh 2023/24. Waktu itu kami jalan ke Langsa,” tuturnya.
Dua nama yang Apa Soi sebut, terlibat dalam tim sepakbola PON Aceh sebagai staf pelatih. Medali emas untuk Pidie di ajang PORA, menjadi bekal prestasi Safrizani mendapatkan amanah naik kelas ke tim pelatih PON.
Di PORA, asistennya kala itu Riza Fandi. Dua sejawat yang pernah aktif sebagai pemain PSAP Sigli juga pelatih, seayun langkah sedang meniti karier kepelatihan.
Ketika pelatih kepala Rasiman belum datang, tim sepakbola PON Aceh melaksanakan Pelatda di Sigli. Ada banyak keterbatasan mewarnai perjalanan tim sepakbola PON Aceh.
Riza Fandi hadir membantu Mukhlis Rasyid sebagai ‘komandan’ utama bersama Safrizani dalam membentuk dan melatih tim PON Aceh. Termasuk urusan transportasi.
“Riza yang telepon saya. Kami sudah lebih kurang dalam banyak hal,” ungkap Apa Soi.
Seluruh tim sepakbola PON Aceh dekat dengan Apa Soi, apalagi ia dikenal jenaka dan sering menjadi ‘motivator’ dadakan. Sering ia memberi semangat sambil nyetir, rehat latihan atau di meja kopi.
“Mereka pemain, pikirannya harus panjang, kalau berhasil nanti dikontrak klub-klub luar dengan gaji ratusan juta, siapa yang senang? Mereka dan keluargannya juga. Saya walau sopir, pasti ikut senang,” jelasnya.
Jalanan telah menempanya dengan ragam suka dan duka, bagi Apa Soi setiap perjumpaan dan pekerjaan tidak semata-mata tentang nominal upah. Jalinan silaturahmi, menambah jejaring, ia yakini manfaatnya melebihi jumlah rupiah.
Sudah sejak tahun 80-an dirinya bergelut dengan roda transportasi. Diawali dengan menjadi kondektur angkot (labi-labi) di Pidie. Setelahnya, menjadi sopir. Ragam roda empat pernah ia kemudikan, truk cold maupun tronton. Tak ketinggalan mopen bus (kurnia) antar provinsi.
“Baru setahun terakhir saya kemudikan bus sekolah Dishub Pidie, dan takdir saya dengan PON Aceh tersambung,” katanya.
Apa Soi juga tak sungkan menjadi tukang pijat ‘kretek’ untuk staf pelatih yang keletihan. Tak ketinggalan, pelatih kepala, Rasiman turut merasakan pijatannya di Lapangan Sintetis SHB, 10 Agustus lalu.
Di luar urusan tim, bapak empat anak ini teladan bagi anak-anaknya. Ia berjuang sepenuh hati demi keluarga.
“Dia bukan yang ngasih Rp100 ribu punya Rp1 juta. Tapi dia cuma punya Rp20 ribu tapi dikasih semuanya untuk kami,” tulis akun whiteblue4444 milik anak Apa Soi.
“Dia selalu usahakan apa yang kami mau. Dan terus bilang, nanti pulang Ayah kasih lagi ya. Sehat dan bahagia terus ayah.”
Pernyataan itu dilayangkan sebagai komentar pada video Apa Soi yang sedang menendang bola di akun TikTok @nawir_almuna01. Hanya sepekan sejak 10 Agustus, video itu dintonton 17 ribu lebih pasang mata.