MASAKINI.CO – Rasiman. Pelatih tim sepakbola PON Aceh, memasuki lobi Asrama Haji, Banda Aceh. Sarung dengan motif kotak-kotak masih melingkari pinggangnya. Lantas duduk di sofa lobi, usai melaksanakan salat zuhur berjamaah.
“Saya percaya pada Angga dan Bati. Tak masalah belakangan mereka sedang seret gol,” kata Rasiman kepada masakini.co, Kamis, 15 Agustus 2024.
Menurutnya, gol bukan harga mati lahir dari striker. Siapapun anak asuhnya, boleh dan bisa mencetak gol, yang penting tim sepakbola PON Aceh menang. Belakangan, Akmal Juanda yang bukan striker sedang gacor dan bisa mencetak gol dari berbagai posisi.
“Saya senang dengan perkembangan Akmal yang kian hari keran golnya lancar. Dia smart. Menambah opsi saya. Kami masih menunggu satu dua pemain lain, yang juga bisa mencetak gol,” ungkapnya.
Rahmad Angga dan Bati Al Farishi tak perlu murung, pikirnya. Rasiman paham mengapa dua strikernya seret gol. Ia menilai, sebelumnya, Angga tampak ada penurunan kepercayaan diri, sedangkan Bati, baru saja pulih dari cedera.
“Dua mereka punya keunggulan masing-masing. Angga lebih technical. Bati soal fisik,” jelas Rasiman.
Romansa Kamar 216
Kamar 216 yang berada di lantai dua, riuh. Angga, Bati, Akmil dan Ziyan menjadi penghuninya. Siang itu, Irja ada di dalam. Dua kotak kue isinya ludes. Mereka baru selesai menikmati cemilan.
Gawai berlogo apel milik Bati berdering. Di layar terlihat kontak diberinama ‘Bos’ memberi motivasi.
“Papa yakin adek bisa cetak gol, kalau adek PD (percaya diri) di lapangan dan dengar apa yang pernah Papa bilang. Yang penting adek ngomong ke teman. Main bola itu nggak sendiri. Adek butuh bola daerah, apa bola di kaki, jangan ragu-ragu,” ucapnya.

Sembari rebahan, dengan jemari menggerai rambut yang relatif panjang, Bati mendengar dengan baik wejangan Bachtiar Juli. Ayahnya. Striker kenamaan yang pernah berjaya di masanya. Satu pertanyaan dilayangkan “Papa dulu cetak berapa gol?”
“Di Aceh Putra Galatama (APG) cetak 14 gol. Hanya kalah dari top score Ansyari Lubis (pemain timnas). Lalu papa dipanggil PSSI junior,” terang Bachtiar kepada anaknya.
Ia melanjutkan, tahun 1993 bermain untuk PS Pupuk Kaltim era Galatama. Lanjut ke Putra Samarinda, terbang ke PSP Padang, hingga pulang ke Aceh berseragam Persiraja dan mengakhiri karir dengan klub kampung halaman, PSSB Bireuen.
“Menurut papa, musim terbaik pa kapan?” tanya Bati lagi. “Saat membela Pupuk Kaltim, 8 gol papa cetak,” jawab sang ayah.
Pipinya tampak memerah, penghuni kamar 216 tersenyum ke arah Bati. Percakapan tersebut didengar oleh yang lain. Dengan sangat berat dan malu-malu, sang anak memberanikan diri bertanya persamaan dirinya dengan ayah dalam bermain.
“Adek itu lebih flamboyan, papa nggak. Naluri gol pa lebih. Adek masih kurang naluri golnya, perlu ditingkatkan,” tukasnya.
Pemain kelahiran 2005 ini mengaku tidak lagi terbebani dengan bayang-bayang nama besar sang ayah, baginya sudah biasa. Dia tidak menampik ada harapan dari pencinta bola yang mengetahui dirinya anak dari Bachtiar Juli.
“Kalau orang bandingkan dengan bully langsung ke Bati nggak pernah. Yang banyak, orang bilang, Bati mustinya kayak ayah yang dulu haus gol. Doa sih. Target di PON ini, bisa cetak empat gol,” ujar Bati.

Mata Angga tampak memendam sedih, usai mendengar keakraban Bati dan ayahnya yang bisa bercanda begitu dekat. Angga sejak SMP sudah ditinggal Saifanur. Tumor memisahkan anak semata wayang ini dengan sang ayah untuk selama-lamanya. “Sedih ya?”
“Nggak bang. Sudah biasa,” jawab Angga sembari menerawang ke arah lain, tanganya tampak membenarkan sarung.
Sejak masuk pelatih kepala, striker asal Aceh Utara tersebut kian menunjukkan progres yang baik. Dirinya mengaku sudah lebih percaya diri. Progres tersebut diperoleh usai ada alarm kemungkinan terdepak kala tim sepakbola PON Aceh masih Pelatda di Sigli.
“Dulu terasa berat dalam bergerak karena badan. Minggu lalu, pas naik timbangan alhamdulillah dari 72 Kg jadi 62 Kg. Sekarang pergerakan lebih luwes,” ujarnya.
Konsep bermain Rasiman yang menitik beratkan hight pressing diamini Angga cocok dengannya. Sejak kecil, ia mengaku terbiasa bertahan dari ujung tombak. Semua bermula di Piala Danone tahun 2016 ketika timnya juara tingkat Provinsi Aceh.
Bagi Angga, PON Aceh Sumut 2024 menjadi panggung dirinya naik kelas menuju profesional. Pemain kelahiran 2003 ini ingin lekas merasakan liga, sebagaimana sahabat angkatannya, M Sultan Rizki ‘Renggo’ yang di dua musim terakhir telah berseragam Persiraja dan FC Bekasi.
“Insya Allah saya punya target untuk cetak delapan gol di PON, hingga Aceh masuk final. Amin,” ungkapnya.
“Allahukakbar… Allahuakbar…” Suara azan terdengar jelas dari pengeras suara Masjid Asrama Haji, menyudahi percakapan di kamar 216. Kesemua mereka bergegas mandi, persiapan diri, salat asar, turun ke bawah untuk memasuki bus.
Semua pemain tim sepakbola PON Aceh berangkat ke Lapangan Sintetises, Stadion Harapan Bangsa untuk latihan.
Sejak awal September 2024 nanti, Angga yang sudah pernah merasakan kompetisi nasional usia dini di Piala Danone, Liga Santri, serta Bati yang telah unjuk aksi di Pra Popnas juga Liga Sentri Nasional, akan unjuk kebolehan pada ribuan pasang mata penyokong PON Aceh di Stadion H Dimurthala, Lampineung.